Mohon tunggu...
Norma AyuNingsih
Norma AyuNingsih Mohon Tunggu... Dosen - Dosen pengampu Mata Kuliah Hubungan Industrial
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pengusaha dan Buruh harus selalu selaras agar Industri Indonesia bisa maju.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

RUU Cipta Kerja dan Gerak Cepat Pemerintah Pasca Pandemi Covid-19

6 Mei 2020   02:01 Diperbarui: 6 Mei 2020   02:03 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemerintah dan DPR memutuskan untuk meneruskan pembahasan RUU Cipta Kerja, kecuali terkait dengan Kluster Ketenagakerjaan yang ditunda hingga didapatkan masukan dan saran dari publik yang lebih dalam terkait dengan ketentuan yang diatur dalam kluster tersebut. Namun demikian masih banyak pihak yang meminta agar RUU Cipta Kerja dibatalkan secara keseluruhan, salah satu alasannya adalah kondisi pandemi Covid19 menghalangi publik untuk dapat melakukan pengawalan pembahasan secara optimal. 

Pandangan semacam ini, perlu untuk diluruskan melalui komunikasi yang tepat dengan memberikan pengertian terhadap kelompok resisten akan arti penting RUU Cipta Kerja, serta bagaimana mekanisme agar masyarakat publik dapat ikut berpartisipasi dalam memberikan saran dan masukan kepada para pembahas di parlemen.

Disini justru Omnibus Law menjadi sangat relevan untuk dibahas segera dan dituntaskan. Substansi keberadaan RUU Cipta Kerja justru memberikan keleluasaan bergerak pada pemerintah dalam situasi yang tidak normal. Meskipun kita dapat memahami keberatan sebagian kalangan terhadap pembahasan "UU Sapu Jagat" itu pada saat pandemi Covid-19 masih berlangsung, mari semua pihak untuk melihat aspek positifnya. Dalam situasi tidak normal seperti pandemi atau krisis, justru perlu keputusan yang cepat dan efisien dari pemerintah. 

Terlepas dari pro kontra mengenai waktu pembahasan, Omnibus Law menyediakan payung hukum untuk keleluasaan dalam pengambilan keputusan. beberapa aturan dalam Omnibus Law itu mendorong kemudahan berusaha bagi warga masyarakat. Upaya itu sesuai dengan semangat untuk membangkitkan ekonomi pada situasi pasca pandemi. 

Soal UU ini dibahas saat pemerintah melakukan pembatasan sosial, seharusnya hal itu tidak menjadi hambatan bagi warga untuk menyalurkan masukan kritisnya pada DPR. Secara teknis, kesulitan beraudiensi secara tatap muka dengan fraksi-fraksi di DPR dapat difasilitasi oleh teknologi.

Harus juga diingat bahwa Omnibus Law RUU Cipta Kerja dapat menjadi salah satu langkah terobosan untuk meningkatkan peringkat Indeks Kemudahan Berusaha (Ease of Doing Business / EODB) Indonesia di Tahun 2020. Hal ini dikarenakan laporan Bank Dunia menunjukkan Indonesia berada pada urutan ke-73 dari 190 negara yang disurvei, dimana beberapa indikator yang mengakibatkan ketertinggalan Indonesia yaitu Memulai Usaha, Konstruksi Perizinan, Pendaftaran Properti, Perdagangan Lintas Batas, serta Penegakan Hukum Terhadap Kontrak. 

Upaya meningkatkan EODB 2020 dapat dilakukan dengan efisiensi regulasi terhadap aturan yang tumpang-tindih dan birokrasi yang panjang, sehingga Omnibus Law RUU Cipta Kerja akan mengatasi permasalahan tersebut dan meminimalisir biaya transaksi yang selama ini menghambat investasi di Indonesia. 

Omnibus Law RUU Cipta Kerja juga dapat meminimalisasi terjadinya praktik korupsi secara institusional di sektor manufaktur karena adanya pengurangan biaya transaksi pada perizinan usaha dan investasi, dimana sektor manufaktur merupakan sektor yang paling rentan terhadap biaya-biaya yang tidak diperlukan sehingga dapat berkembang menjadi tindakan korupsi institusi (institutional corruption) yang dilakukan oleh pihak perusahaan maupun instansi pemerintah untuk mempercepat birokrasi perizinan.

Terkait dengan upah di kawasan perkotaan yang berasal dari perusahaan besar sudah cukup tinggi, termasuk jika dibandingkan pekerja dari sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Upah paling kecil dari jasa lainnya, termasuk UMKM sebesar Rp. 1,77 juta dengan jumlah tenaga kerja 6,346 juta, kemudian sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar Rp. 2,031 juta dengan jumlah tenaga kerja mencapai 38,109 juta. 

Seperti diketahui, upah minimum 2020 di kawasan industri seperti Kab. Karawang mencapai Rp. 4,594 juta, Kota Bekasi sebesar Rp 4,589 juta dan Kab. Bekasi mencapai Rp. 4,498 juta, termasuk di Jakarta yakni mencapai Rp. 4,267 juta. Sementara itu, sektor dengan upah paling besar adalah pertambangan dan penggalian dengan upah sebesar Rp. 4,774 juta, namun jumlahnya hanya 1,3 juta pekerja atau 1,1%, kemudian sektor Informasi dan Komunikasi dengan upah sebesar Rp 4,314 juta.

Skema kebijakan Omnibus Law melalui RUU Cipta Kerja diharapkan dapat memberikan iklim kondusif untuk investasi dan kemudahan berusaha Indonesia, serta meningkatkan daya saing Indonesia dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. 

Upaya penyederhanaan regulasi tersebut juga akan meminimalisir adanya potensi praktek korupsi yang dilakukan institusi, sehingga akan membangun iklim usaha yang kompetitif dan profesional untuk dapat bersaing di era globalisasi ekonomi dunia. Kebijakan Omnibus Law tersebut diharapkan dapat didukung oleh seluruh lapisan masyarakat, apalagi perumusan RUU Cipta Kerja juga ditujukan untuk mendorong percepatan pemulihan ekonomi negara dan masyarakat pasca pandemi Virus Corona (Covid-19) di Indonesia.

Penolakan demi penolakan masih saja terjadi terhadap RUU Cipta Kerja yang masih dilakukan oleh berbagai kelompok, tidak hanya buruh tetapi juga oleh advokat hukum dan elemen masyarakat lainnya. 

Banyak yang berpandangan bahwa RUU Cipta Kerja akan menimbulkan dampak negatif secara luas, tidak hanya disektor ketenagakerjaan, tetapi juga akan berdampak pada lingkungan hidup dan tatanan regulasi di Indonesia. Penolakan terjadi selama ini karena minimnya sosialisasi dari pemerintah Kemenko Perekonomian, Kemnaker dan DPR juga adanya miskomunikasi antara pemerintah dan masyarakat, sehingga muncul banyak penafsiran negative atas RUU tersebut. 

Padahal dari beberapa kajian pakar, ahli hukum, dan akademisi RUU Cipta Kerja justru dinilai mampu menjadi solusi bagi perkonomian nasional pasca pandemi Covid-19. Oleh karena itu, di tengah pandemi Covid-19 dan maraknya penolakan terhadap RUU Cipta Kerja, pemerintah dan DPR perlu terus mensosialisasikan tujuan dan substansi RUU Cipta Kerja agar pemahaman terkait RUU tersebut menjadi satu padu dan seluruh elemen masyarakat dapat mendukung pembahasan RUU Cipta Kerja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun