Mohon tunggu...
Norm(a) Rahmawati
Norm(a) Rahmawati Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Merantau, Membaca, Belajar, Menullis... Fighting m/

Selanjutnya

Tutup

Nature

Sungai Bukan TPS dan Laut Bukan TPA - Pantai Timur Surabaya

11 Februari 2012   08:16 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:47 822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hal menyenangkan ketika Kita masih bisa menikmati pemandangan alam di Kota Surabaya, Kota yang terkenal panas karena banyaknya kendaraan dan pemukiman. Pemandangan alam tersebut dapat Kita jumpai di hutan mangrove dan di Pantai Timur Surabaya atau biasa disebut Pantai Kenjeran. Pantai Kenjeran memang sangat terkenal. Namun ketenaran tersebut tidaklah membuat warga Surabaya bangga bahkan ada saja yang tidak mengakuinya sebagai Pantai. Bagaimana tidak, pesisir yang masih menjadi sumber mata pencaharian para nelayan tersebut kini sudah dalam kondisi yang tidak bisa di toleransi. Kumuh, tercemar, keruh, dan kata-kata semacam itulah yang melekat sebagai image Pantai Kenjeran di mata pengunjung.

Kondisi Pantai Kenjeran yang membuat orang malas mengunjungi Pantai tersebut tanpa disadari merupakan ulah dari manusia sendiri. Pernah Saya berjalan-jalan di hutan mangrove, salah satu hutan yang tersisa di Surabaya, tepatnya terletak di pinggiran Pantai Timur Surabaya. Jika ada yang tidak tahu definisi hutan mangrove, ia adalah hutan yang vegetasinya berupa tumbuhan pantai yang mampu hidup di daerah pasang surut atau daerah berlumpur dan bersalinitas tinggi, hutan ini sebagai sabuk hijau di Pantai yang memiliki banyak fungsi ekologis terutama untuk mencegah abrasi laut. Kembali ke topik, ketika mengunjungi kawasan hutan mangrove, ada sedikit kekecewaan yang terlintas di pikiran Saya. Hutan yang merupakan tempat asuhan atau mencari makan dan berkembang biak bagi berbagi biota seperti kepiting, udang, kerang, dll itu berbau sangat menyengat dikarenakan banyaknya sampah yang menumpuk. Beberapa sampah plastik menyangkut di akar-akar mangrove tersebut dan ada pula sampah yang sudah rata dengan lumpur. Mereka yang tidak menahu mungkin bertanya-tanya, Siapa yang dengan tega membuang sampah di tempat ini? Apakah Mereka, warga yang tinggal di perkampungan sekitar hutan mangrove ini, atau Mereka pengunjung yang sering lewat di daerah ini? Eiits, jangan asal tuduh, Kita pikir dengan logika dahulu.

Hutan mangrove penuh sampah

Jumlah penduduk di Surabaya yang semakin padat menyebabkan konsumsi juga meningkat, sampah yang dihasilkan pun meningkat. Dari sekian banyak jumlah penduduk, hanya sedikit saja yang sadar dan tahu cara menjaga lingkungan. Mereka yang tidak sadar atau tidak tahu, membuang sampah seenaknya, di jalan-jalan atau di got depan rumah. Perhatikan saja di got-got atau kali Surabaya saat ini, Saya juga heran kenapa masih saja ada orang memancing ikan di got atau kali yang sangat kotor dan bau itu. Sampah dari got atau kali tersebut kemudian mengalir ke sungai dan terus bermuara ke laut. Selain itu, penduduk yang bermukim di pinggiran sungai, beberapa diantara mereka membuang sampah begitu saja ke sungai. Mereka menganggap air sungai mampu menghanyutkan begitu saja sampah mereka seperti melenyapkan sebuah masalah. Mereka tidak mengira masalah baru yang akan muncul disebabkan oleh ulahnya. Nah, sebelum sampai laut, sampah tersebut disaring oleh hutan mangrove yang letaknya dipinggiran pantai. Sebagian sampah tersebut masuk begitu saja ke laut dan sebagian lagi nyangkut di hutan mangrove. Sampah yang berhasil lolos ke laut bukan berarti golongan sampah yang hebat karena tidak membuat masalah. Lihat saja beberapa pemberitaan di internet, hewan-hewan laut yang terganggu kehidupannya akibat sampah-sampah tersebut. Padahal Kita harusnya sadar benar bahwa Sungai bukanlah tempat pembuangan sampah sementara dan laut bukanlah tempat pembuangan sampah akhir. Bagaimana jika kalian diposisikan seperti hewan laut tersebut? Bagaimana jika habitat atau rumah kalian dilempari oleh sampah-sampah dan memaksa anak kalian untuk memakan sampah-sampah itu?

13289479471517540112
13289479471517540112
Sampah yang mencemari Laut Kenjeran

Tidak cukup hanya sampah padat yang memenuhi Pantai Timur Surabaya beserta lautnya. Beberapa industri yang tidak bertanggung jawab membuang limbah mereka di laut tanpa di olah terlebih dahulu. Hal inilah yang menyebabkan banyaknya kandungan logam berat di laut. Bahkan pada beberapa penelitian, kandungan logam berat tersebut juga mencemari gizi dari hewan-hewan laut yang menjadi santapan masyarakat Surabaya. Logam berat yang mulanya berasal dari limbah cair bercampur dengan air laut dan masuk dalam metabolisme hewan laut. Manusia membutuhkan hewan laut untuk pemenuhan gizi sehari-hari. Tanpa Mereka sadari hewan laut yang mereka makan telah mengandung logam berat. Logam berat tidak bisa tercerna dalam sistem metabolisme, sehingga logam berat tersebut akan tertimbun juga ke dalam tubuh manusia pemakan hewan laut itu. Setelah dalam jumlah tertentu akumulasi logam berat dalam tubuh bisa menyebabkan berbagai penyakit seperti penyakit kulit, penyakit perut, hingga kanker yang menyebabkan kematian.

Kita warga yang tinggal di Surabaya seharusnya tidak diam saja bahkan mengolok-olok melihat fakta itu. Pantai, Sungai, Laut adalah salah satu alam ciptaan-Nya, di dalamnya terdapat banyak kehidupan, kehidupan yang juga diperuntukkan untuk Kita, untuk anak cucu Kita, maka janganlah pernah sekali-kali menghina Pantai Timur Surabaya, justru Kita harus memperbaiki dan melindunginya, demi kesejahteraan bersama. Kita harus bersyukur masih ada laut di Surabaya yang menghasilkan banyak ikan. Sekarang yang harus dipikirkan adalah bagaimana agar Pantai Timur Surabaya bebas dari image buruk karena kondisinya yang tercemar itu? Perubahan itu harus ada, perubahan menuju ke arah yang lebih baik dan Kita harus menjadi bagian dari perubahan itu. Kita harus mencari cara, mulai dari bagaimana cara menanamkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan, bagaimana cara pemilahan dan pengolahan sampah yang benar, bagaimana cara mengurangi tingkat konsumsi yang menyebabkan sampah, mengkritisi kebijakan pemerintah yang dianggap kurang benar atau tidak berjalan, mengkritisi ulah perusahaan yang kurang ramah terhadap lingkungan, bagaimana cara mensejahterakan masyarakat tanpa merusak lingkungan, dll. Jika Kita tidak bisa berbuat banyak, cukuplah dimulai dari diri sendiri, misalnya dengan tidak membuang sampah sembarangan. Akhir kata, ada sebuah kalimat yang lumayan sering Saya dengar "Jika tidak bisa memperbaiki, maka janganlah Kalian merusak." Tetap semangat berjuang untuk lingkungan dan untuk kesejahteraan masyarakat sekarang maupun masyarakat masa depan. Keep Smile :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun