Mohon tunggu...
Norika Dewi
Norika Dewi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

a reader, a listeners..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sepenggal Do'a untuk Rencanaku

16 Oktober 2011   05:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:54 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

***

Aku mungkin tak punya bukti. Jadi ku pikir tak ada gunanya untuk terus menuduh menyebut namamu sebagai tersangka. Tapi aku juga tak yakin kau punya banyak alibi untuk menghindar. Ah, bukankah Tuhan tak pernah tidur? Aku yakin Ia selalu tahu apa yang kau perbuat atas aku.

***

Sebulan lagi kami bertunangan. Dan yang pasti bisa aku yakini, aku berbahagia. Untuk itu aku begitu ingin banyak terlibat tentang semua hal kecil yang nanti akan kami lewati. Sayang, percayalah. Segala hal yang terjadi pada hariku dan tubuhku akhir-akhir ini hanya karena aku terlalu lelah memikirkan persiapan hari istimewa itu. Dan tak ada gading yang tak retak. Mungkin peribahasa itulah yang paling tepat aku sandingkan sekarang ini.

Sayang, ingatkah dulu saat pertama kita bertemu? Ada begitu banyak hal yang membuatku tak yakin padamu. Mulai dari teror dunia maya yang sampai detik ini kita tak pernah tahu ia siapa. Hanya menerka, hanya mampu mengira siapa ia. Dan saat itu, kamu mampu menyakinkan bahwa itu bukanlah kamu. Dan aku yakin itu. Untuk itu hari ini, siapapun ia yang bersembunyi di balik identitas orang-orang yang bagiku hanya sebuah masa lalu, menjadi tak penting lagi. Saat ini yang benar-benar ingin aku jalani, adalah kita. Suka duka kita yang direstui oleh orangtua. Orangtuaku, juga orangtuamu.

***

Kamu tahu, kamu mengajariku untuk tidak sekedar mampu menuduh. Aku yakin di sana kamu sedang menangis, sedang gundah karena tak lama lagi, kami akan berbahagia. Aku tak peduli. Aku senang, aku menang.

Lalu kamu itu siapa? Kamu hanya pecundang yang seperti udang. Bersembunyi. Bernyanyi di tengah kebimbanganku.

***

Sayang, kamu pernah bilang. Tugasku sebagai wanita hanyalah berdoa. Dan kau akan berusaha. Tentu saja berusaha membuatku bahagia. Dan aku jadi haru biru atas perkataanmu itu. Ibuku benar, kebahagiaan pria tanpa senyum dari wanita-nya adalah tak ada apa-apanya. Sejauh ini, aku yakin suksesmu adalah juga bagian dari do'a ibu-mu juga do'a dari aku, wanitamu. Dua wanita yang ingin kau bahagiakan di dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun