Semakin geli saja ketika melihat tingkah pola masyarakat Indonesia yang terkesan hobi ngutang tapi malas bayar. Untuk itu biasanya para tetangga yang notabene punya uang nganggur dan mampu menolong tetangga lainnya yang sedang kesulitan ekonomi lantaran tak ada uang simpanan jadi malas meminjami. Bisa karena saking seringnya berhutang kemudian ‘lupa' membayar, atau sudah ditagih berkali-kali tapi tak juga ada pengertian. Kasus yang terjadi di masyarakat lebih sering, yang ngutangi malu menagih dibanding dengan yang ditagih. Dunia memang semakin edan rupanya.
Di desa-desa misalnya, jika sudah tidak ada individu yang mampu jadi tempat pelarian ngutang, bank kredit ‘abal-abal' jadi tempat tujuan terakhir yang mau tak mau harus disinggahi. Begitu banyak bank perkreditan rakyat yang terselip di lapisan masyarakat khusunya mereka kaum menengah kebawah yang memfasilitasi kredit pinjaman dengan bunga yang mampu mencekik leher. Selain bunga tinggi yang diwajibkan untuk dibayar, biasanya sistem pembayarannya juga dilakukan penagihan setiap hari. Bila kemampuan si pengutang membayar seminggu sekali, tentu besar bunga yang harus di bayarkan berbeda lagi jumlahnya.
Yang aneh adalah, kebiasaan masyarakat Indonesia seolah gengsi bergadai barang ke pegadaian. Padahal dari hasil pengamatan saya selama ini, kantor pegadaian sudah bercecer dimana-mana mulai dari desa hingga kota besar seperti Jakarta. Sistemnya pun mulai beragam, seperti halnya bank. Kini tak hanya mengandalkan sistem konvensional saja, tapi juga sistem syariah. Padahal tidak hanya melayani pinjam gadai, pegadaian juga melayani pinjaman uang untuk pribadi dan masyarakat pengusaha mikro, tetapi juga melayani pinjaman dengan jaminan barang sampai tempat penitipan barang dan surat berharga.
Iklan sosialisasi pegadaian yang dimodeli oleh pesinetron stripping setampan Dude Harlino yang dikenal oleh ibu-ibu pecinta dunia sinema elektronik mungkin kurang diserap isinya oleh masyarakat. Hanya segelintir masyarakat yang tahu persis akan fungsi pegadaian yang mau bekerjasama dengan kantor yang berlogo timbangan berwarna hijau tersebut. Sangat disayangkan memang. Padahal bila masyarakat tahu persis akan fungsi pegadaian kemiskinan yang menjerat karena hobi ngutang pada pihak yang seperti lintah darat bisa sedikit dimusnahkan. Bukankah pegadaian juga memberikan batas toleransi pembayaran pinjaman atau penebusan barang gadai sesuai kemampuan? Toh bila masa tenggat yang telah disepakati sebelumnya belum mampu dipenuhi kita tinggal mengajukan permohonan perpanjangan. Meskipun dalam sistem pegadaian ada biaya administrasi dan sedikit bunga yang tetap harus dibayar, pun nilainya tak sebesar bunga yang mekar di bank abal-abal bukan?
Inilah kekurangan pandaian masyarakat Indonesia. Kurang pandai memanfaat apa yang ada untuk mengatasi masalah tanpa masalah. Masyarakat Indonesia lebih menyukai mengatasi masalah dengan cara instan yang justru malah akan memperpanjang masalah. Mulai sekarang, ayo masyarakat Indonesia! Jangan membiasakan ngutang lagi, tapi ayo kepegadaian...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H