Kopi menjadi salah satu minuman paling diminati dan banyak dikonsumsi di dunia setelah air putih dan teh. Tak heran jika tumbuh budaya meminum kopi di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Sebagai negara penghasil biji kopi terbesar ketiga didunia, meminum kopi sudah menjadi budaya ditengah masyarakatnya. Hal ini terbukti dari data yang dirilis oleh International Coffee Organization (ICO) pada 2020/2021, sebanyak 5 juta kantong kopi ukuran 60 kilogram dikonsumsi di Indonesia dan menempatkan Indonesia sebagai negara dengan konsumsi kopi terbesar kelima di dunia.
Jika ditelusuri, dalam sejarah tercatat bahwa meminum kopi atau 'ngopi' di indonesia dimulai ketika masa kolonialisme oleh bangsa eropa di Indonesia yang menerapkan tanam paksa. Budaya ngopi akhirnya tersebar keberbagai wilayah Indonesia dan menghasilkan beberapa kopi khas daerah tersebut seperti kopi gayo, kopi toraja, dan yang paling terkenal kopi luwak. Namun, di wilayah Sumatera tepatnya di kalangan masyarakat Minangkabau, ada satu budaya ngopi yang cukup unik yaitu meminum kopi yang diracik tidak menggunakan biji kopi tapi daunnya yang biasa dikenal dengan sebutan Aia Kawa atau Kopi Daun.
Asal muasal nama aia kawa atau kawa daun sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu "qahwah" yang artinya kopi. Oleh masyarakat diadaptasi menjadi kawa dan digunakan hingga sekarang menjadi aia kawa (air kopi) atau kawa daun (kopi daun). Masyarakat minang percaya jika asal mula aia kawa disebabkan oleh tanam paksa tanaman kopi yang dilakukan Belanda di tanah Sumatera. Kala itu, petani dipaksa menjual semua hasil bumi kepada Belanda sehingga masyarakat tidak bisa mendapatkan hasil bumi mereka termasuk kopi. Karena keinginan untuk menikmati kopi, masyarakat minang pada saat itu mencari alternatif lain dengan memanfaatkan daun kopi.
Namun seperti yang dilansir dari Kompas.com, menurut Prof. Gusti Asnan, pakar sejarah dari Universitas Andalas, budaya aia kawa sudah ada sebelum belanda masuk ke tanah minang. Biji kopi sendiri mulai dikenal ketika akhir abad ke-18, sejak saudagar Amerika datang membeli biji kopi.Â
Saat inilah, orang Minangkabau baru menyadari biji kopi bernilai tinggi daripada yang mereka kenal sebelumnya. Hal ini menampik anggapan bahwa kopi mulai ditanam di Sumatera Barat sejak Belanda datang ke daerah ini. Selain itu sebelum kedatangan Belanda, kopi telah tumbuh subur di pedalaman. Sementara itu Belanda pada awal abad ke-19 belum berhasil masuk ke pedalaman Minangkabau, sehingga tanam paksa kopi tidak bisa disebut sebagai cikal bakal lahirnya kebiasaan minum kopi kawa daun.
Proses pembuatan aia kawa melalui beberapa persiapan dan tahapan. Secara tradisional, hal yang perlu dilakukan pertama adalah memilih dan memetik daun kopi yang sudah menua namun belum menguning beserta dengan tangkainya. Umumnya daun kopi yang digunakan berasal dari jenis robusta. Daun kopi yang telah dipetik disusun dan dijepit menggunakan bambu lalu dipanggang/diasapi diatas api kecil sampai berwarna coklat dan mengering. Setelahnya daun kopi dihancurkan menjadi potongan-potongan kecil dan dimasukan kedalam karung/tempat penyimpanan lainnya.
Untuk menghidangkan aia kawa, daun kopi yang sudah dipersiapkan tadi direbus seperti membuat teh dan setelah mendidih aia kawa sudah siap untuk dihidangkan. Aia kawa bisa langsung disajikan tanpa campuran apapun atau ditambahkan gula aren seperti dahulu. Tapi untuk saat ini, telah banyak variasi yang ditambahkan sebagai campuran aia kawa seperti gula pasir, susu, bahkan telur. Agar lebih otentik dan menjaga cita rasa, aia kawa biasa disajikan dalam batok kelapa yang diberi tatakan bambu.Â
Untuk kalian yang sedang berada dan akan berkunjung ke Sumatera Barat, jangan lupa untuk menyempatkan diri berkunjung ke daerah Payakumbuh. Disana terdapat banyak Dangau (semacam warung kopi) yang selalu menyajikan aia kawa secara otentik. Terdapat juga berbagai macam camilan tradisional yang bisa dinikmati ketika menyeruput aia kawa berdama teman, kolega atau keluarga.
Sumber Gambar :