Sebuah Kesempatan Refleksi
Hidup ini adalah suatu panggilan sekaligus perutusan. Tidak ada hidup yang merupakan sebuah kebetulan. Orang beriman selalu meyakini hidup yang dimilikinya merupakan sebuah rencana Allah yang tidak secara kebetulan diberikan. Dalam konteks ini, seseorang yang sepenuhnya memiliki hidup, selalu mengkondisikan dirinya untuk berefleksi, berkontemplasi atas perjalanan hidup yang telah dan sedang dialami serta relasi dengan pencipta, sesama dan alam ciptaan di muka bumi ini. Momentum ini sering disebut sebagai retret rohani. Siapa pun dapat melakukan retret seperti ini. Pernahkah, Anda melalukan refleksi, retret dalam hidupmu?
Saya bersyukur mendapat kesempatan menyepi di suatu tempat yang sunyi. Menyediakan waktu khusus, beberapa saat menarik diri dari segala kesibukan untuk berefleksi, berkontemplasi dan menimba inspirasi. Saya bersyukur bisa berada di biara suster SCIM di bukit yang indah, sunyi, sepi dan jauh dari keramaian, di bukit Nangarasong-Maumere. Sebuah tempat yang dikhususkan untuk berefleksi. Dari ketinggian tempat ini, membantu saya hanyut terbuai dalam hembusan angin sepoi-sepoi, pemandangan padang rumput bebukitan, hamparan lembah persawahan dan lautan yang membentang indah di dataran bawah sana. Sangat indah! Sunggguh senang dan bahagia berada di tempat ini.
Selama enam hari (14-19 September 2024) saya menikmati keindahan dan kesunyian tempat ini. Istrahat dari rutinitas harian, menenangkan diri. Merefleksikan perjalanan hidup dan perutusan bersama konfrater, melalui bimbingan Romo Berto Gagu, O.Carm. Menyelami relasi dengan sang Penciptaku, yang memanggil dan memberi perutusan di tengah-tengah dunia ini. Meresapi makna setiap perjumpaan dan relasi dengan sesama saudaraku yang telah berjalan dan sedang bersama-sama. Saat-saat seperti ini sangat menyegarkan jiwa, jasmani dan rohani. Syukur kepada Tuhan.
Pengalaman Puncak Gunung
Dalam tradisi budaya dan iman, gunung sering di anggap sebagai tempat yang suci dan sakral. Gunung selalu berkaitan dengan yang maha kodrati, supra natural, ilahi. Di puncak gunung, manusia berjumpa dengan dirinya yang terdalam. Dari puncak gunung manusia dapat melihat karya Allah dalam rupa ciptaan-Nya. Santo Yohanes dari Salib melihat gunung adalah tujuan akhir perjalanan rohani para pertapa. Di atas gunung Karmel bersemayam Yesus Kristus, Putera Allah.
Mendaki gunung menuju puncak adalah jalan pemurnian-pelepasan. Tujuannya adalah berjumpa dengan Kristus. Kristus berada di puncak, kita manusia berada di dataran. Satu-satunya jalan menjumpai Dia adalah mendaki. Proses pendakian membutuhkan syarat antara lain pertama, Pengosongan: kosong-kosong-kosong (penyangkalan diri). Kedua, jalan terus, jangan berhenti. Ada banyak hal menarik sepanjang pendakian yang membuat pendaki bisa berhenti. Butuh keteguhan hati dan discernment (pembedaan roh) bahwa Allah tidak ada di sini. Ketiga, bila sudah tiba di puncak, tetaplah di sana, jangan turun lagi.
Pendakian menuju puncak adalah sebuah perjalanan rohani yang menantang. Ada 3 tempat sepanjang perjalanan menuju puncak, yang bisa membuat kita berpaling dan berhenti. Pertama, Taman bunga. Dalam perjalanan kita akan melihat bunga-bunga indah, membuat betah. Bunga melambangkan keindahan duniawi yang mempesona. Namun, bunga janganlah engkau petik. Kedua, Telaga yang menyegarkan. Pendakian menuju puncak membuat kita lelah dan haus. Kita yang telah bekerja keras, berjuang, membutuhkan penghiburan rohani. Anugerah Allah aka nada bagi kita berupa tugas, pekerjaan, pasti ada bagi kita. Namun jangan berhenti, Tuhan tidak ada di sana. Ketiga, Malam Gelap. Pengalaman gelap sepanjang pendakian adalah bentuk pemurnian indera dan Roh, dimana jiwa mendapat karunia (vision), namun jangan berhenti sebab Tuhan tidak ada di sana. Â Â
Â
Pengalaman Berdialog dengan Allah
Dalam banyak kisah, para nabi seperti Elia, Musa dan banyak lain berbicara dengan Allah di puncak gunung. Pengalaman berdialog dengan Allah lahir dari doa-doa mereka yang dalam. Elia berdoa dengan sikap doa yang tidak biasa. "Ia membungkuk ke tanah, dengan mukanya di antara kedua lututnya." Ketika berdoa kepada Yahweh, memohon turunnya api dan turunya hujan, Elia berteriak beberapa kali: "Jawablah aku." Dalam kesempatan lain Elia berdoa: "Aku ini hamba-Mu". Allah memperkenalkan diri sebagai Yahweh, Allah Abraham, Ishak dan Yakub. Elia adalah Hamba Allah yang melaksanakan kehendak Yahweh. Sebagai Hamba Allah, doa adalah kekuatan paling utama. Melalui doa, seorang nabi berbicara dengan Yahweh, Allah yang mengutusnya. Allah menjawab doa Elia dengan menurunkan api dan hujan sebagai tanda kehadiran-Nya bagi bangsa Israel.