Mohon tunggu...
Nor Anisa Rahmah
Nor Anisa Rahmah Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Jember

Saya adalah seorang mahasiswa dan saya ingin lebih banyak menulis dalam blog ini

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

PPN Naik 12%: Strategi Menambah Tabungan Pemerintah Untuk Stabilitas dan Pertumbuhan Ekonomi

23 November 2024   15:32 Diperbarui: 23 November 2024   16:08 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : CNBC Indonesia

Pemerintah Indonesia telah merencanakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% sebagai bagian dari upaya mengoptimalkan penerimaan negara. Langkah ini tidak hanya bertujuan untuk memperkuat stabilitas fiskal tetapi juga untuk meningkatkan tabungan pemerintah yang dapat dialokasikan pada berbagai sektor strategis, seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Dengan cadangan fiskal yang lebih kuat, pemerintah diharapkan mampu mengatasi tantangan ekonomi sekaligus mendorong pertumbuhan nasional secara berkelanjutan.

PPN sebagai Sumber Tabungan Pemerintah

PPN merupakan salah satu penyumbang utama penerimaan negara. Menurut data Kementerian Keuangan, pada tahun 2023, PPN menyumbang sekitar 38% dari total penerimaan pajak nasional. Dengan kenaikan tarif menjadi 12%, pemerintah memproyeksikan tambahan penerimaan hingga Rp100 triliun per tahun. Dana ini memberikan ruang fiskal yang lebih besar untuk menambah tabungan pemerintah, yang dapat digunakan sebagai buffer fiskal dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global.

Tabungan pemerintah berfungsi sebagai jaring pengaman untuk menjaga stabilitas anggaran dalam situasi ekonomi yang sulit. Selama pandemi COVID-19, misalnya, dana cadangan digunakan untuk mendanai program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), termasuk bantuan sosial dan subsidi kepada UMKM. Selain itu, tabungan pemerintah juga memungkinkan adanya investasi pada sektor-sektor strategis tanpa harus meningkatkan utang.

Investasi Pemerintah sebagai Motor Pertumbuhan Ekonomi

Selain berfungsi sebagai tabungan, penerimaan tambahan dari PPN juga akan diarahkan untuk memperkuat investasi pemerintah. Investasi ini sering kali menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi, terutama melalui pembangunan infrastruktur. Pada tahun 2023, pemerintah mengalokasikan sekitar 26% dari belanja negara untuk sektor ini, mencakup proyek seperti jalan tol, pelabuhan, bandara, dan pembangkit listrik.

Proyek-proyek infrastruktur tersebut memiliki multiplier effect yang signifikan terhadap perekonomian. Misalnya, pembangunan jalan tol Trans-Sumatra diperkirakan dapat mengurangi biaya logistik hingga 20% dan meningkatkan konektivitas antarwilayah, sehingga mendorong produktivitas nasional. Selain itu, investasi di sektor energi terbarukan, seperti pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Sulawesi dan Kalimantan, menunjukkan komitmen pemerintah terhadap keberlanjutan ekonomi sekaligus menciptakan lapangan kerja baru.

Namun, investasi pemerintah tidak lepas dari tantangan. Salah satu masalah utama yang sering muncul adalah keterlambatan dalam pelaksanaan proyek. Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2022 menunjukkan bahwa 15% dari proyek infrastruktur mengalami keterlambatan akibat kurangnya koordinasi antarinstansi dan birokrasi yang lambat. Selain itu, transparansi dalam pengelolaan proyek sering dipertanyakan, dengan beberapa proyek terindikasi memiliki potensi pemborosan anggaran.

Kenaikan tarif PPN menjadi 12% diharapkan dapat membantu mengatasi tantangan tersebut dengan memberikan sumber pendanaan yang lebih besar bagi pemerintah. Namun, keberhasilan kebijakan ini bergantung pada pengelolaan yang cermat. Tanpa perencanaan dan pengawasan yang ketat, tambahan dana dari PPN justru berisiko menjadi beban bagi anggaran negara.

Efektivitas investasi pemerintah juga sangat bergantung pada prioritas alokasi dana. Pemerintah perlu memastikan bahwa dana tambahan dari PPN digunakan untuk proyek-proyek yang memiliki dampak ekonomi besar, seperti infrastruktur transportasi yang meningkatkan konektivitas antarwilayah atau program kesehatan yang memperbaiki kualitas sumber daya manusia.

Tantangan dalam Implementasi Kenaikan PPN

Meskipun memiliki potensi manfaat yang besar, kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% juga membawa tantangan yang signifikan, terutama bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Tarif PPN yang lebih tinggi diperkirakan akan meningkatkan harga barang dan jasa secara umum, sehingga berpotensi mengurangi daya beli masyarakat. Dalam konteks Indonesia, konsumsi domestik merupakan salah satu komponen terbesar dalam Produk Domestik Bruto (PDB), menyumbang lebih dari 50% dari total PDB. Oleh karena itu, penurunan daya beli dapat memberikan dampak langsung pada perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Laporan Bank Indonesia (BI) pada 2023 menunjukkan bahwa inflasi inti cenderung lebih sensitif terhadap kebijakan kenaikan pajak dibandingkan dengan inflasi keseluruhan, terutama di sektor yang mendominasi konsumsi rumah tangga, seperti makanan, minuman, dan transportasi. Sebagai ilustrasi, saat pemerintah menaikkan tarif PPN menjadi 11% pada 2022, inflasi meningkat dari rata-rata 1,87% pada 2021 menjadi 4,17% pada 2022. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan fiskal seperti kenaikan PPN dapat memengaruhi daya beli masyarakat secara langsung, terutama di tengah ekonomi yang masih pulih dari dampak pandemi.

Kenaikan PPN juga memberikan dampak yang berbeda-beda pada berbagai lapisan masyarakat. Penelitian dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) menunjukkan bahwa masyarakat kelas bawah menghabiskan sekitar 60% dari pendapatan mereka untuk kebutuhan dasar. Dengan tarif PPN yang lebih tinggi, harga barang-barang kebutuhan pokok yang tidak termasuk kategori bebas pajak (seperti produk olahan tertentu dan layanan umum) dapat meningkat, menambah beban ekonomi mereka.

Selain rumah tangga, pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) juga dapat terdampak oleh kenaikan PPN. UMKM menyumbang lebih dari 60% PDB nasional dan mempekerjakan lebih dari 97% total tenaga kerja di Indonesia. Tarif pajak yang lebih tinggi dapat meningkatkan biaya operasional mereka, terutama dalam hal pembelian bahan baku dan pembayaran pajak penjualan. Jika kenaikan harga ini tidak dapat sepenuhnya diteruskan kepada konsumen, margin keuntungan UMKM bisa tertekan.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023 mengungkapkan bahwa sekitar 42% UMKM di Indonesia masih berada dalam kategori rentan terhadap tekanan ekonomi, baik karena rendahnya akses terhadap modal maupun ketergantungan pada pasar lokal. Dalam situasi ini, kebijakan kenaikan PPN berpotensi memperlambat pertumbuhan sektor UMKM, yang pada akhirnya akan berdampak pada dinamika ekonomi secara keseluruhan.

Untuk memitigasi dampak kenaikan tarif PPN, pemerintah perlu mengimplementasikan kebijakan penyeimbang yang komprehensif. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah memberikan insentif pajak kepada UMKM yang terdampak, misalnya melalui pengurangan tarif PPh final atau pemberian kredit pajak bagi UMKM dengan omset tertentu. Selain itu, memperluas cakupan program bantuan sosial bagi masyarakat berpenghasilan rendah dapat membantu menjaga daya beli mereka.

Implementasi kenaikan PPN juga memerlukan transparansi dan pengawasan yang ketat. Pemerintah harus memastikan bahwa dana tambahan yang diperoleh dari PPN benar-benar dialokasikan untuk tujuan strategis, seperti investasi infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan, yang memiliki dampak langsung terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Sebagai langkah awal, Kementerian Keuangan dapat melibatkan lembaga-lembaga independen seperti BPK dan Ombudsman untuk memonitor penggunaan dana dari kenaikan PPN. Selain itu, pemerintah perlu menyediakan laporan publik yang transparan terkait alokasi dana ini untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan fiskal.

Kenaikan tarif PPN menjadi 12% merupakan langkah strategis untuk memperkuat tabungan pemerintah dan mendukung pembiayaan investasi di sektor strategis. Namun, efektivitas kebijakan ini sangat bergantung pada perencanaan, pengelolaan, dan pengawasan yang baik. Dengan memastikan dana tambahan dari PPN dialokasikan secara optimal, pemerintah tidak hanya dapat memperkuat stabilitas fiskal tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Jika dikelola dengan bijaksana, kenaikan PPN akan menjadi salah satu pilar utama dalam membangun fondasi ekonomi Indonesia yang lebih kuat di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun