Mohon tunggu...
Nor Anisa Rahmah
Nor Anisa Rahmah Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Jember

Saya adalah seorang mahasiswa dan saya ingin lebih banyak menulis dalam blog ini

Selanjutnya

Tutup

Financial

CBDC: Masa Depan Keuangan Digital dan Tantangan Bagi Sistem Moneter

3 November 2024   13:31 Diperbarui: 3 November 2024   14:23 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Dalam lima tahun terakhir, Central Bank Digital Currency (CBDC) menjadi topik dalam diskusi tentang masa depan sistem keuangan global. CBDC adalah bentuk digital dari mata uang yang diterbitkan oleh bank sentral yang bertujuan menggantikan atau melengkapi uang tunai dalam sistem moneter yang ada (Kementrian Keuangan, 2022). Berbeda dengan aset kripto seperti Bitcoin yang tidak memiliki nilai intrinsik atau jaminan dari lembaga negara, CBDC dijamin oleh otoritas moneter dan didukung oleh negara sehingga menjadi opsi yang lebih stabil dan sah dalam sektor keuangan.

Sejumlah negara maju seperti Tiongkok, Swedia, dan Uni Eropa sudah berada pada tahap pengembangan atau uji coba CBDC. Sementara itu, di negara berkembang seperti Indonesia, CBDC masih dalam tahap pengkajian. Bank Indonesia baru saja memperkenalkan proof of concept dari CBDC yakni digital rupiah (Bank Indonesia, 2024). Hal tersebut dapat dikatakan bahwa di Indonesia CBDC masih menjadi konsep atau mengkaji sigital rupiah yang akan dikembangkan. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu daya tarik utama CBDC adalah kemampuannya untuk meningkatkan efisiensi sistem pembayaran. Sistem pembayaran tradisional terutama untuk transfer antarnegara saat ini masih terasa sangat lambat dan mahal. Dengan CBDC, transaksi dapat dilakukan dengan cepat dan murah, bahkan lintas batas negara. Selain itu, CBDC dapat mengurangi ketergantungan pada perantara pembayaran memungkinkan transfer langsung antara dua pihak dan mengurangi biaya perantara yang selama ini cukup membebankan bagi masyarakat.

Di banyak negara berkembang, inklusi keuangan masih menjadi tantangan besar karena banyak masyarakatnya yang belum memiliki akses ke layanan perbankan terutama bagi masyarakat dibawah garis kemiskinan. Menurut data Bank Dunia pada tahun 2021, terdapat sekitar 97,74 juta orang dewasa di Indonesia yang termasuk kategori unbanked. Angka ini mencakup 48% dari populasi orang dewasa di dalam negeri. Indonesia memiliki populasi unbanked terbesar keempat di dunia di bawah India, China, dan Pakistan. Dengan CBDC, individu yang tidak memiliki rekening bank masih dapat berpartisipasi dalam sistem keuangan melalui mata uang digital yang mudah diakses melalui perangkat seluler. Hal ini tidak hanya akan membantu menciptakan kesetaraan ekonomi tetapi juga meningkatkan stabilitas keuangan. CBDC dapat menjadi alternatif yang aman dan stabil di tengah maraknya aset kripto. Dengan semakin banyak orang yang menggunakan aset kripto untuk transaksi, bank sentral menghadapi tantangan dalam menjaga stabilitas moneter. Dengan CBDC, bank sentral dapat memberikan opsi mata uang digital yang sah, stabil, dan lebih aman bagi masyarakat, mengurangi risiko volatilitas dan spekulasi yang ada dalam pasar aset kripto.

Namun, karena CBDC bersifat digital, keamanan menjadi isu krusial. Serangan siber dan risiko pencurian data menjadi ancaman yang harus diperhatikan. Bank sentral harus membangun infrastruktur yang sangat aman untuk melindungi data pengguna dan memastikan integritas sistem. Selain itu, privasi menjadi perhatian penting. Sistem CBDC yang terlalu transparan bisa mengarah pada pelanggaran privasi, sehingga bank sentral perlu memperhatikan kebutuhan akan transparansi dan privasi. Selain itu, CBDC berpotesi merusak model bisnis perbankan komersial. Saat ini, bank komersial di Indonesia sangat banyak namun produk layanan yang mereka tawarkan hampir sama semua salah satunya simpanan masyarakat untuk menyediakan kredit. Jika masyarakat mulai menyimpan CBDC langsung dalam akun digital yang dipegang oleh bank sentral, perbankan tradisional mungkin kehilangan simpanan yang selama ini menjadi sumber likuiditas. Hal ini bisa menyebabkan terganggunya stabilitas di sektor perbankan.

Membangun sistem CBDC membutuhkan investasi besar dalam hal infrastruktur teknologi dan keamanan siber. Bagi negara berkembang seperti Indonesia, biaya ini mungkin menjadi tantangan tersendiri. Selain itu, kesiapan masyarakat dalam menggunakan teknologi baru ini juga perlu dipertimbangkan. Tidak semua masyarakat terbiasa dengan teknologi digital, terutama generasi yang lebih tua atau mereka yang tinggal di daerah terpencil. Pada tahun 2021 indeks literasi digital Indonesia berada pada level "sedang" dengan skor 3,49 (Kementrian Informasi dan Komunikasi, 2021). Hal ini bisa menjadi penghalang dalam adopsi CBDC. Jangan sampai CBDC yang mulanya bertujuan untuk peningkatan inklusi keuangan terutama bagi masyarakat menengah ke bawah akan tetapi malah yang terjadi sebaliknya, terdapat bias dalam tujuan penerapan inklusi keuangan melalui CBDC. Dibutuhkan edukasi secara luas agar masyarakat memahami keuntungan dan cara menggunakan CBDC. Jika tidak dikelola dengan baik, hal tersebut bisa menghambat implementasi CBDC terutama jika mereka merasa teknologi baru ini tidak lebih baik dari uang tunai atau sistem pembayaran digital yang ada. Maka dari itu sebagai negara berkembang dengan populasi besar dan potensi ekonomi yang terus tumbuh, Indonesia bisa meraih berbagai manfaat dari implementasi CBDC. CBDC dapat mempercepat transformasi digital ekonomi, mendukung transaksi yang lebih cepat, serta memperluas akses ke layanan keuangan bagi masyarakat di daerah terpencil.

CBDC memeberikan potensi besar untuk merevolusi sistem keuangan global, terutama dalam meningkatkan efisiensi pembayaran, memperluas inklusi keuangan, dan memperkuat alat kebijakan moneter. Namun, implementasi CBDC bukan tanpa tantangan. Masalah keamanan, dampaknya pada sektor perbankan, serta biaya pengembangan teknologi menjadi beberapa faktor yang perlu diperhatikan. Di Indonesia, CBDC dapat memberikan berbagai manfaat dalam mendorong inklusi keuangan dan memajukan ekonomi digital. Dengan pendekatan yang hati-hati dan perencanaan yang matang, Indonesia dapat memanfaatkan CBDC untuk meningkatkan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Namun, keberhasilan implementasi CBDC juga akan sangat tergantung pada dukungan infrastruktur yang memadai, kerjasama antar-lembaga, dan edukasi yang cukup bagi masyarakat.







Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun