Dengan restitusi, kita akan lebih mengarahkan murid untuk jujur pada diri mereka sendiri dan mengenali seperti apa dirinya terhadap dampak dari perbuatan mereka atau dengan kata lain mereka mengevaluasi diri sendiri sehingga disiplin positif yang mereka lakukan memang merupakan dorongan atau motivasi dari diri mereka sendiri (internal) bukan karena dorongan atau motivasi orang lain (ekternal).
Dan tujuan dari restitusi yang dilakukan adalah menjadi manusia yang menghargai nilai-nilai kebajikan universal yang dipercayainya bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan.
Restitusi memberikan penawaran bukan paksaan. Sangat penting bagi guru untuk menciptakan kondisi yang membuat murid bersedia menyelesaikan masalah dan berbuat lebih baik lagi, dengan berkata, “Semua orang pasti pernah berbuat salah”, bukan mengatakan, “Kamu harus lakukan ini, kalau tidak maka…”.
Ada 3 tahapan restitusi atau kita sebut segitiga restitusi, yaitu 1) menstabilkan identitas; 2) validasi tindakan yang salah; 3) menanyakan keyakinan. Langkah ini digambarkan dalam bentuk segitiga seperti Gambar 1 dibawah ini:
Pada tahapan pertama bagian dasar segitiga adalah menstabilkan identitas. Jika anak berbuat salah maka ada kebutuhan dasar mereka yang tidak terpenuhi. Bagian dasar segitiga restitusi memiliki tujuan untuk merubah orang yang gagal karena telah berbuat kesalahan menjadi orang yang sukses.
Kita harus mampu meyakinkan mereka dengan mengatakan kalimat seperti 1) tidak ada manusa yang sempurna; saya juga pernah melakukan kesalahan seperti itu.
Di saat, seseorang dalam kondisi emosional maka otak tidak akan mampu berpikir rasional, maka disinilah tugas kita untuk menstabilkan identitas anak. Anak kita bantu untuk tenang dan mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahan dengan jujur atas perbuatan mereka sendiri.
Pada tahapan yang kedua adalah memvalidasi tindakan yang salah. Konsep tahapan kedua ini adalah kita harus memahami kebutuhan dasar yang mendasari tindakan anak berbuat kesalahan.
Menurut Teori Kontrol semua tindakan manusia, baik atau buruk, pasti memiliki maksud/tujuan tertentu (LMS Guru Penggerak Angkatan 5, 2022). Disaat kita tetap menyalahkan yang mereka lakukan dia akan tetap dalam masalah.
Maka diposisi ini kita memahami bahwa memvalidasi tindakan kesalahan mereka dari tujuan mengapa mereka melakukan kesalahan tersebut maka anak merasa dipahami dan mereka akan lebih jujur dan bertanggung jawab terhadap kesalahan yang sudah dilakukan serta merasa dihargai.