Teringat dulu ketika saya masuk SD di usia yang masih muda. 5 tahun saya sudah duduk di bangku SD. Ini berarti saya mengenyam bangku kuliah ketika usia belum genap 17 tahun.Â
Pada waktu itu, masih belum ada syarat khusus mengenai usia. Jika anak dirasa sudah cukup mampu dan bisa mengikuti pembelajaran, tidak apa didaftarkan untuk masuk SD.Â
Selain itu, kurikulum dahulu sangatlah berbeda dengan sekarang. Jika dulu belajar membuat dan berhitung masih diajarkan di bangku SD kelas dini, sekarang masuk SD harus lancar membaca dan berhitung. Materi pelajaran sekarang juga lebih kompleks dan membutuhkan kemampuan berpikir kritis, kreatif dan tingkat tinggi siswa.Â
Sehingga usia dijadikan syarat untuk mendaftar di jenjang sekolah berikutnya. Pertimbangannya adalah dilihat daei aspek psikologi siswa, siap atau tidak menerima tuntutan pembelajaran yang rumit di usia yang masih belum mencukupi.
Namun, ketika ada kasus usia siswa sudah memenuhi syarat minimal masuk sekolah dan  nilai secara akademik juga memenuhi, namun terlempar dari urutan pendaftar, karena kalah dengan PDB lain yang lebih tua usianya padahal nilai lebih rendah, ada baiknya diberikan porsi tersendiri bagi kasus PDB yang demikian.Â
Selain memberikan apresiasi terhadap pencapaian hasil akademik siswa, juga untuk mempertahankan agar mutu pendidikan tidak semakin anjlok. Meskipun mutu pendidikan tidak hanya dilihat dari aspek akademik saja, tetapi dapat dijadikan penyemangat bagi orang tua dan siswa untuk lebih meningkatkan prestasinya kembali.Â
Sangat disayangkan apabila siswa dengan akademik bagus namun tidak dapat mengenyam bangku sekolah negeri. Memang, sekolah swasta dapat dijadikan pilihan. Namun, tidak semua orang tua memiliki biaya untuk mendaftarkan putra putrinya di sekolah tersebut.
Memang, pada sistem PPDB diberikan pula jatah 30% untuk masuk melalui jalur prestasi baik akademik maupun non akademik. Namun, tidak semua PDB dengan nilai akademik tinggi bisa masuk melalui jalur ini.Â
Akibatnya mereka mau tidak mau mengurungkan niat untuk bersekolah di sekolah negeri. Sebenarnya, pengadaan tes masuk bagi peserta didik baru yang pernah diadakan beberapa tahun lalu, sangatlah sesuai jika diterapkan kembali. Ini jauh lebih fair.Â
Semua peserta didik akan mempunyai hak yang sama untuk dapat diterima di sekolah tujuan mereka. Orang tua siswa pun akan lebih bersemangat untuk mendampingi putra putrinya berlomba meraih posisi aman di sekolah tujuannya. Apalagi jika tes tersebut dilakukan secara komputerisasi yang hasilnya langsung dapat diketahui dan dipantau oleh para pendaftar.Â
Ini seperti ketika pelaksanaan tes masuk bagi sekolah kedinasan atau tes penerimaan CPNS. Pengadaan tes masuk untuk peserta didik baru ini tetap dapat dibarengi dengan sistem zonasi.Â