Sebutan alpha female semakin mendunia, sebuah karakteristik pada perempuan yang dianggap mandiri, berdedikasi, pintar, dominan, tegas bahkan ambisius. Bukan tanpa dasar tentunya, karena pada dasarnya perempuan memiliki kemampuan mempesonakan yang selalu ingin punya eksistensi.
Bicara soal eksistensi, seperti halnya Abraham Maslow (1943) dalam "A Theory of Human Motivation"Â di dalam jurnal Psychological Review, dimana secara psikologis, manusia membutuhkan rasa aman, sosial, penghargaan dan tentunya aktualisasi diri.Â
Aktualisasi diri ini adalah pemenuhan potensi dari dirinya sendiri, seperti cita-cita, kematangan mental, keinginan, dan lain sebagainya. Maslow menjelaskan bahwa aktualisasi diri ini adalah kebutuhan individu untuk menentukan keinginan mereka sendiri.
Jika bicara dalam konteks gender, eksistensi perempuan lebih mengarah pada bagaimana ia memerankan dirinya menjadi lebih dipandang, menunjukkan kemampuan, bisa berperan dalam berbagai bidang pekerjaan, tak hanya soal yang terkait dengan peran dalam rumah tangga, namun juga peran dalam pemenuhan aktualisasi secara psikologis dan ekonomi.
Dalam budaya populer, era industri 5.0, perempuan alpha sangat tergambarkan oleh karakter-karakter badass seperti Wonder Woman, Cat Woman atau Captain Marvel. Bahkan kalau kita search di mesin google engine, keinginan untuk menjadi perempuan alpha atau alpha female mencapai total 4.250.000 per (0,60) detik.Â
Artinya, konseptualisasi alpha female menjadi lebih dicari, keinginan menjadi lebih kuat dan mandiri dengan berbagai strategi, seperti bagaimana menjadi perempuan alpha, berpacaran ala alpha female, menjalin ikatan pernikahan, bahkan bagaimana panduan meniti karir dengan membawa jati diri sebagai perempuan.
Bagaimana dengan industri pertambangan? Apakah alpha female juga ada? Tentu saja jawabannya adalah 'ya'.Â
Ada banyak sekali pengalaman para perempuan yang menarik di industri pertambangan, dibalik dunia pertambangan yang dikonotasikan sebagai ranah kerjanya laki-laki.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pada tahun 2021, terdapat 39,52% atau 51,79 juta penduduk yang bekerja, adalah perempuan. Angka ini menunjukkan geliat pertambahan dari sisi jumlah perempuan yang bekerja naik sebesar 1,09 juta, dari 50,7 juta perempuan. Penyerapan terbesar tenaga kerja perempuan paling tinggi berasal pada klasifikasi jabatan administrasi sebesar 36,5 persen. Sementara itu, kegiatan pertambangan yang berhubungan dengan operator alat pada kegiatan pertambangan merupakan penyerapan tenaga kerja terendah dengan penyerapan sebesar 4,9 persen.
Hanya saja dari jumlah ini menurut Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementrian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak (PPPA) dalam Webinar Tempo (Perempuan-Perempuan di Dunia Tambang, 23/04/2022), dan berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Agustus 2021), dalam 3 tahun terakhir, proporsi perempuan yang bekerja di industri pertambangan Indonesia justru terus menurun.Â