Namanya 'bahtera', tentu kita sebagai pasangan harus menyiapkan berbagai bekal yang cukup saat berlayar agar kita tetap bisa survive dan tidak tenggelam saat ada gelombang datang.Â
Dan salah satunya adalah 'perjanjian pra-nikah'. Lalu apa sebenarnya perjanian pranikah? Untuk siapa? Dan bagaimana melakukannya? Ini yang perlu kita cari jawaban bersama.
Perjanjian pranikah atau prenuptial agreement (www.hukumonline.com)Â merupakan sebuah kontrak/perjanjian yang sama-sama disepakati oleh pasangan suami dan istri, sebelum pernikahan berlangsung atau selama berada dalam ikatan perkawinan.Â
Apa gunanya? Yakni untuk melindungi segala hak dan kewajiban antara pihak suami istri pasca menikah. Perjanjian pranikah telah diatur dalam pasal 29 ayat (1) UU 1/1974 jo.Â
Putusan MK Nomor 69/PUU-XIII/2015; 'Pada waktu, sebelum dilangsungkan atau selama dalam ikatan perkawinan kedua belah pihak atas persetujuan bersama dalam mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oelh pegawai pencatat perkawinan atau notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga, sepanjang pihak ketiga tersangkut'. Â
Sifat perjanjian pranikah sendiri menurut salah satu dosen UII Yogyakarta, Dr. Nurjihad, S.H., M.H dalam https://law.uii.ac.id/ (2020) merupakan satu kesatuan dengan 'akad pernikahan' sebagai perjanjian pokok dan sebagai perjanjian tambahan.Â
Perjanjian ini pada dasarnya tidak dapat diubah, kecuali ada salah satu pihak atau keduanya ingin merubahnya selama ikatan pernikahan berlangsung (UU 1/1974 Pasal 29 ayat (4). Tentu saja dengan prinsip 'tidak merugikan pada salah satu pihak' dari pasangan, apalagi dilanggar.
Nah, sampai di sini kita memahami, bahwa perjanjian pranikah sebenarnya telah ada dan diatur dalam UU Perkawinan 1/1974 jo. Putusan MK Nomor 69/PUU-XIII/2015.Â
Artinya, secara hukum sudah ada legalitas sudah sah dan diperbolehkan untuk dibuat. Dan ini berlaku bagi semua pasangan pernikahan yang ingin melakukannya.Â
Meskipun, ini tidak menjadi hal wajib yang harus dilakukan bagi semua pasangan. Kita boleh memilih, membuat perjanjian atau tidak sama sekali dengan mengedepankan 'trust value'Â pada pasangan.Â