"Piado Rimbo, piado Bungo, piado Bungo, piado Dewo"
(Tiada hutan, tiada bunga, tiada bunga, tiada Dewa)
Filosofi Orang Rimba
'Nama aku Patrick Kakak. Sudah besar aku ini, kelas 4 SD. Aku sudah bisa baca, jadi sekarang aku juga sudah punya Facebook', sebuah kalimat dengan Bahasa Idonesia yang fasih itu hingga kini masih terngiang di telingaku. Apalagi diiringi suara gelak tawa dari beberapa anak yang berkerumun di kiri kananku. Patrick, salah satu anak yang masih aku ingat dengan jelas raut mukanya yang polos, rambut yang disemir dengan pirang serta ikat kepala yang khas dengan celana pendek dan kaos oblong pemberian dari salah satu fasilitator pendidikan yang berasal dari salah satu NGo di Jambi, KKI Warsi bergambar tingkah laku keseharian anak-anak rimba.
Sekilas mungkin tidak ada yang istimewa dari Patrick, sama seperti anak yang seumuran dengannya dimana ada kebanggaan tersendiri saat memiliki sebuah akun media sosial dan bisa berlangganan 'signal' di salah satu bukit yang terletak di landskap Taman Nasional Bukit Tigapuluh atau disebut dengan TNBT. Facebook menjadi satu-satunya media sosial yang Patrick gunakan untuk memajang foto-foto aktivitasnya bersama teman-temannya dalam keseharian dan berkenalan dengan teman lain dari dunia luar.
Nama Patrick juga disematkan oleh orang tuanya yang juga didapatkan dari media sosial yang sama. Sebuah nama yang menurutnya 'gaul, terkenal seperti masyarakat pada umumnya yang tidak merujuk pada nama yang menandai identitas Suku Talang Mamak'. Patrick tak sendiri, terdapat lebih dari 154 KK tinggal di lokasi ini, tepatnya berada di dalam kawasan restorasi ekosistem PT. Alam Bukit Tigapuluh (ABT), termasuk teman-teman seusianya yang jumlahnya lebih dari 20-an anak yang hidup dengan bebas di dalam hutan, dimana tak lagi sama dengan segala kondisinya yang serba terbatas.
Seperti hari ini, Patrick menceritakan hanya mendapatkan 1 Kg Jengkol dan 4 ekor ikan sungai dengan ukuran kecil hingg sedang. Bagi Patrick ini menjadi anugerah lauk untuk hari ini yang bisa ia berikan kepada ibu dan keluarganya untuk dimasak dan dinikmati.
Dia mengeluhkan, semakin sedikitnya ketersediaan tanaman yang bisa dikonsumsi sebagai hidangan sehari-hari di dalam hutan apalagi banyak tanaman yang kemudian juga dimakan oleh Datuk Gedang 'Si Cerdas' yang juga mendiami rumah yang sama 'Bukit Tigapuluh'.
Patrick tentu belum memahami, apakah hal ini disebabkan karena adanya kerusakan hutan dan alih fungsi lahan yang selama ini menjadi rumahnya, ataukah karena perubahan iklim (climate change) yang kemudian berdampak pada kurangnya hasil hutan dan ikan tangkapannya. Ataukah justru ini memang sudah menjadi takdir, perubahan tutupan hutan karena tingginya jumlah populasi manusia sehingga menggusur ketersediaan pangan bagi dirinya dan keluarga lainnya yang ada di pedalaman hutan Bukit Tigapuluh di Jambi.Â
Penyebutan Si Cerdas bukan tanpa alasan, namun Gajah memang terbukti memiliki 257 neuron, memiliki kecerdasan yang hampir sama dengan manusia, mampu mengingat temannya meski sudah bertahun-tahun lamanya tidak bertemu, bahkan mengenali bangkai temannya yang telah mati, menutupinya dengan dedaunan dan tanah, dan membawa gading temannya yang telah mati. Tak hanya itu, bahkan beban seberat 300 Kg juga bisa diangkat menggunakan belalainya dan tentu saja mengingat area jelajahnya meski telah ditinggalkan selama 5 tahun lamanya dengan perubahan fungsi dan tutupan hutan. Si Cerdas ini juga merupakan pembelajar yang cepat, seperti bagaimana ia mengatasi upaya mitigasi yang telah dilakukan manusia, mulai dari pembuatan parit pembatas, mercon, hingga pagar kejut yang dengan mudah dapat ia atasi.
Jambi, terutama di kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) merupakan salah satu dari 22 kantong Si Cerdas di seluruh Indonesia, selain Sumatera Selatan, Lampung dan Aceh. Tercatat jumlah si Cerdas saat ini semakin menurun di angka 61,3% pada 2019 dengan berbagai penyebab, terutama konflik dengan manusia hingga keracunan (Gajah.indonesia.instagram, 2021). Padahal di sisi lain, si Cerdas ini juga membantu proses penyebaran biji dari kotoran dan sisa makanannya dalam jumlah besar dan jarak jauh.