Mohon tunggu...
Novi Indah
Novi Indah Mohon Tunggu... -

menulis ikuti kata hati

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bapak

26 Februari 2012   13:36 Diperbarui: 25 Juni 2015   09:04 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Bapak menikah lagi Lis.." Begitu isi sms yang kubaca pagi ini..
Kaget dan tak percaya,, hingga harus kutanyakan sekali lagi kebenaran berita itu. "Bapak menikah lagi?" "Iya.." jawab kakakku dari seberang sana..

Diam terpasung, seraya menimang-nimang handphone yang kembali sunyi. Seakan mengerti kegalauan di hati.
Pikiranku kembali terusik.

Entah apa yang dicari seorang lelaki yang usianya separuh abad lebih itu di dunia ini. Masih kurangkah apa yang diberikan Tuhan padanya?
Apa lagi yang mau dia tunjukkan pada istri dan anak-anaknya?
Mengapa dia tak mau menikmati saja sisa umur dengan cukup berbahagia bersama kami?
Masih hendak membanting tulang sampai ajal menjemput demi memenuhi kebutuhan hidup dari pernikahan barunya?
Hah! Tak habis pikir aku dengan polah satu-satunya lelaki di rumah kami..

Sungguh aku tak mengerti apa maumu.
Meskipun bertahun aku hidup bersamamu,, mengapa kau masih seperti asing bagiku.

Samar aku mengingat masa kecilku.
Dalam keterbatasan memoriku, yang kutahu tentangmu hanyalah seorang lelaki yang harus kupanggil Bapak.
Kapan aku bermanja denganmu, mengajariku membaca atau menulis, membacakan aku buku cerita,
berbagi cerita tentang teman-temanku,
mengantar dan menjemputku sekolah seperti teman-temanku yang lain, mungkin bisa dihitung dengan jari
Bahkan aku tak pernah ingat, apakah kau pernah menggendongku saat aku kecil.
Mungkin hanya foto-foto masa kecilku yang berbicara. Membuka sedikit memori, bahwa ya, memang pernah aku melewatkan masa kecilku bersamamu.

Namun, dimanakah engkau Pak?
Saat usiaku menjelang remaja. Saat kubutuhkan sosok lelaki untuk kujadikan panutanku kelak.
Saat kubutuhkan nasehatmu tentang bagaimana aku harus mulai melangkah di dunia remaja hingga aku dewasa.
Saat kubutuhkan engkau sebagai pelindungku dari lelaki yang mulai mendekatiku?

Kau terlalu sibuk dengan duniamu, Pak!
Tanpa pernah mempedulikan perasaan kami, anak-anakmu.
Aku bukan hendak menyalahkanmu.
Atau menghakimimu. Siapalah aku Pak? Aku hanyalah anak kecil di matamu. Anak baru kemarin sore dan belum tahu apa-apa tentang dunia ini.

Hingga suatu saat, keinsafanmu mengejutkan seisi rumah.
Kuyakin itu adalah kekuatan doa dari istrimu, seorang yang mencintaimu dengan tulus.
Yang tak pernah putus menguntai doa di sepanjang malam-malamnya.
Mengharapkan penuh kembalinya dirimu.
Kembali pada jalan Pencipta Mu.
Itulah saat yang membuatku begitu bahagia.
Kau utuh menjadi seorang bapak.
Begitu menyayangi dan mengayomi keluarga.
Selalu ada disaat kami membutuhkanmu.
Meluangkan waktu untuk sekedar bercanda dan berbagi cerita.
Makan bersama dengan menu favorit keluarga kita.

Bahagia,,
Rasanya ingin selamanya seperti itu.
Selalu berada dalam kehangatan keluarga
Saat itu membuat aku yakin, kau lah seorang bapak yang bisa kubanggakan di hadapan teman-temanku.
Seorang bapak yang bisa menjadi temanku
Bapakku yang bisa aku banggakan nanti dihadapan pendampingku.
Saat yang membuatku merasa nyaman untuk akhirnya ku lepas masa lajangku.
Ingatkah saat bapak menggendongku ketika selesai upacara siraman saat aku menikah?
Ah bapak, waktu aku kecil kau tak pernah menggendongku. Tapi kini, saat aku bertambah berat, kau malah menggendongku.
Bapak, saat itu rasanya tak ingin kutinggalkan rumah. Berat rasanya meninggalkan kehangatan yang mulai tercipta.

Namun mengapa bahagia itu hanya sesaat.
Saat kilau seorang wanita muda mulai menyilaukan matamu.
Bahkan hatimu.
Tak terpikirkan lagi bahwa kau memiliki perempuan-perempuan yang selalu kau panggil anak.
Tak kau hiraukan lagi kembali luka hati seseorang yang sangat mencintaimu yang kau panggil ibunya anak-anak.
Bahkan kau abaikan rasa kecewa dan marah kami.
Apa yang kau cari Pak?
Apa yang hendak kau tunjukkan pada kami?

Dalam sepiku,sendiriku, ingin kuputar kembali waktu.
Saat dimana kutemukan bahagiaku
bersamamu,
Ah bapak, seakan kusesali mengapa harus secepat itu aku meninggalkan kalian.
Hingga kau merasa tak ada lagi yang membutuhkan perhatianmu?
Hingga akhirnya kau memutuskan untuk mencari perhatian yang lain?
Ah bapak, tak terpikirkah olehmu sebuah karma?

Entahlah..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun