Kota daeng – Makassar Sulawesi selatan. Keputusan mendesak datang dari seorang mudiman saya selama saya vocation di Makasar.
Saya diinap setiap malamnya di dekat persis dengan pantai terkenal di Makassar. yakni: Pantai Losari.
Saat matahari mulai turun menghilang, saya sering kesana karena meman kelihatannya sungguh mempesona, apalagi sementara langit lagi menguning, burung-burung berkicau di atas kepala sambil memandang kapal besar maupun kapal ferry melandas menyalahkan lampu berwarna kuningan.
Hantinya termenung indahnya suasana sore di Pantai tersebut.
Tidak alpa, kalau waktu senggang, saya musti kesana setiap minggu. Iya, kemana lagi, jika tidak ada kendaraan pribadi. Malu saya, kalau jalan kaki di jalan raya sendirian. Jangankan saya ialah seorang perantau. Bukan perantaunya sih, tapi justru saya orang baru di kota itu.
Di Pantai tersebut saya mengenali beberapa pelayan tukang bakso, bubur, pentol. Setiap saya ke pantai tersebut saya kerep duduk dan membeli jualannya.
Saya juga sering berikan uang besar tanpa dikembalikan, agar pada saat kunjungan berikutnya saya tidak akan bayar lagi. Begitu-begitu sampai hampir tiga bulan.
Pada pagi hari, ada HP saya sedang berdering di bawah kepala saya, begitu saya lihat, rupanya ada no HP baru meng-SMS saya.
Saya rasa ini siapa? Nih.
Lalu saya buka isi pesannya di kenel pesan-inbok. Saya mulai baca tulisan di sudut diatas “nogei apa kabar dan posisi sekarang dimana?” loh!
Ko bilang nogei, siapa dia, saya pun bingung tunduk kepala. Kata nogei sendiri berasal dari Bahasa Ekagi/Mee di Paniai, Papua yang artinya teman/kolega. Namun orang Mee sendiri, kata ini direpresentasikan dalam banyak makna, diantaranya: