Hari Minggu lalu, ketika saya dan dua orang keponakan jalan-jalan ke kawasan Tepi Laut, Tanjungpinang, ketika akan pulang dan melewati jalan Teuku Umar, jalan kami dialihkan. Kami diarahkan menuju ke jalan Gambir.
Hal itu dilakukan, karena ada rombongan yang akan mengantar jenazah beragama Budha, yang dikawal polisi. Rombongan itu tidak terlalu ramai, namun berjalan sangat lamban. Tak ada yang protes. Tak ada yang ngedumel, semua pengendara yang dialihkan dengan santai menuju jalan Gambir.
Akhir-akhir ini Bhineka Tunggal Ika sedang marak dibicarakan, diulas dan bahkan dipertontonkan. Kami warga Tanjungpinang (bukan Pangkal Pinang), di Provinsi Kepulauan Riau (bukan Riau) boleh berbangga diri. Karena Bhineka Tunggal Ika ada di dada, darah dan nafas kami.
Bagaimana tidak. Dalam radius satu kilometer, terdapat beberapa gereja, masjid dan vihara yang umatnya hidup dalam damai. Jika sedang perayaan tahun baru Imlek, tidak hanya yang keturunan Tionghoa saja yang merayakan.
Suku-suku lain juga menikmati aneka perhelatan yang digelar. Mulai dari pasar malam yang digelar beberapa pekan sebelum perayaan Imlek, hingga malam pergantian tahun yang dirayakan dengan acara panggung hiburan.
Jika umat Budha maupun Hindu merayakan hari raya, umat agama lain juga ikut ‘heboh’ menyaksikan pawai lampion. Sedangkan Idul Fitri dan Idul Adha, setiap acaranya terselenggara dengan aman dan damai.
Budaya di Tanjungpinang juga sudah melebur. Acara perahu naga yang merupakan ritual sembahyang laut umat Budha, sejak beberapa tahun lalu sudah disadur menjadi perhelatan budaya tahunan oleh Pemerintah Kota Tanjungpinang.
Ajang Dragon Boat Race itu tak hanya diikuti oleh tim-tim lokal Tanjungpinang saja, juga dari seluruh Provinsi Kepulauan Riau, bahkan daerah di Indonesia dan sejumlah negara tetangga hingga negara Eropa.
Bahkan tim dari Ceko yang setiap dua tahun sekali ikut serta ajang Dragon Boat Race (DBR), sempat dihadiahi dua perahu naga. Saking senangnya, mereka berkeliling ke sejumlah negara Eropa, mempromosikan DBR. Â
Soal politik, jangan disebut lagi. Beberapa orang keturunan Tionghoa sejak beberapa periode ini sudah duduk di kursi wakil rakyat. Sebut saja nama Beni dan Renni di DPRD Kota Tanjungpinang dan Rudy Chua yang duduk di DPRD Provinsi Kepri, dari daerah pemilihan Kota Tanjungpinang.
Pada pemilihan kepala daerah Kota Tanjungpinang 2012 lalu, ada empat pasangan yang mendaftar. Satu orang Calon Wako, yaitu Hendri Frankim adalah keturunan Tionghoa. Serta satu orang Calon Wawako, Rudy Chua juga keturunan Tionghoa yang keduanya non muslim.