Puisi untuk Wiji
Kaulah gadis belia, di awal pagi
Kekasih yang memekarkan bunga-bunga dimusim semi
Menanam, merawat segala yang menggetarkan isi hati
Menjelma detak jantung, memenuhi segala sisi dan ruang-ruang sunyi.
Wiji,,,
Kaulah puisi pagi itu
Yang menghangatkan jiwa dari rasa sepi
Yang melahirkan rasa ingin, dan rindu yang enggan pergi
Wiji,,,,
Musim tetaplah musim
Sebab keabadian hanya milik kenangan
Sedang rindu tetaplah rindu
Tetapi takdir, telah ditetapkan.
wiji,,,
pada senja paling rapuh,
Disepasang matamu yang teduh, kekasihmu menakar rindu.
Dengan sesekali mengingat sesuatu.
Kau atau dia,
Meninggalkanmu atau membiarkan dia, kekasih lain yang lebih mencintaimu.
Wiji,,,
Rindu tak melulu tumbuh dan berbunga
Dimusim gugur, dari antara ranting-ranting, kepedihan berjatuhan, walau sebenarnya tidak pernah kita inginkan.
Musim, tidaklah salah
Tetapi aku yang terlalu mudah menyerah
Oleh waktu, dan musim-musim yang selalu tampak lebih gagah
Membiarkanmu pergi, kepada tempat yang entah
Aku pergi, kau pun pergi
Kita melangkah berjauhan
Meninggalkan bukit musim hujan
Dan hutan pinus yang selalu menawarkan hangatnya pelukan
Wiji,,,,
Tak ada yang perlu kita sesalkan
Sebab mungkin, tanpaku kau temukan kebahagiaan
Hal yang mungkin, takkan pernah bisa kuberikan
Sampai segala musim terlewatkan
Wiji,,,,
Kau disana, aku disini
Semoga doa baik, terkabulkan tiap kali
Melupakan kesedihan dari hati
Kenangan kita, yang tak akan pernah kembali.
Teruntuk: wiji