Baru kemarin saya membuka akun FB saya, dan butuh beberapa saat untuk menyadari bahwa ada hal baru di sana, di samping adanya kronologi baru. Yakni sebuah fasilitas “dislike” atau “tidak suka” tepat di bawah postingan di dinding (bisa berupa status, komentar, atau foto), dan tepat di sebelah kata “like” atau “suka”. Bila fungsi itu kita klik, maka seperti halnya “like”, akan muncul ikon jempol, bedanya dalam fungsi ini jempolnya menghadap ke bawah.
Saya tidak tahu sejak kapan fungsi ini disuntikkan ke facebook, namun sepertinya saya memang sedikit tertinggal. Yang saya baca dari sebuah sumber, fungsi ini merupakan add-on tidak resmi dari seorang pengembang asal Prancis, Thomas Moquet. Add-on ini baru bisa berfungsi pada browser Firefox 0.0 sampai 3.6, yang sialnya justru merupakan browser yang paling banyak digunakan oleh netter di seluruh jagad raya, sehingga di samping menge-like, kita pun bisa men-dislike sebuah status, foto, atau komentar yang kita anggap kurang pantas. Sama halnya seperti video-video YouTube. Sebelumnya fungsi “dislike” hanya muncul setelah kita menge-like sebuah status, foto, atau komentar, dan fungsinya untuk membatalkan like yang sudah terlanjur di-klik.
Yang saya pertanyakan adalah, seberapa besarnyakah manfaat “dislike’” ini bagi para fesbuker sehingga harus dibuat?
Facebook adalah sebuah jejaring sosial, yang artinya seluruh penggunanya dapat saling bersosialisasi dan saling menunjukkan etiket baik terhadap sesama makhluk sosial. Manfaatnya sudah banyak dirasakan oleh para penggunanya, seperti bisa menjalin hubungan kembali dengan kerabat lama atau saudara yang rumahnya terpisahkan oleh lautan, bisa saling berbagi cerita, foto, atau video, sampai bisa menikmati gado-gado seharga 30 ribu secara gratis karena penjualnya adalah teman facebook. Yah, yang terakhir ini memang cuma terjadi di iklan, tapi saya yakin pasti ada kejadian yang hampir serupa di dunia nyata berkat jasa facebook.
Kembali ke topik. Apalagi fungsi “like” dan “dislike” hanya bisa diklik pada status, foto, atau komentar orang yang sudah menjadi teman kita. Yang jadi pertanyaan adalah, apakah kita tega men-dislike status atau foto milik orang yang sudah berbaik hati meng-add akun FB kita atau mengkonfirmasi permintaan pertemanan kita?
Memang suatu jejaring sosial, sekalipun tujuan utamanya diciptakannya adalah untuk kepentingan sosialisasi antar umat di seluruh belahan dunia, tak terlepas dari kontroversi yang tak jarang berujung perpecahan. Ini biasanya terjadi pada page-page yang mendiskreditkan pihak-pihak tertentu, misal film, acara TV, musisi, artis, produk, manajemen, rumah produksi, suku, budaya, bahkan agama. Page yang namanya biasa diawali dengan “Anti-” inilah sarang para pendukung dan pengkontra berperang dan saling melemparkan cacian dan makian. Dan menurut saya kehadiran fungsi “dislike” ini justru akan memancing lebih banyak kadar perselisihan dalam jejaring sosial ini. Bukannya bersikap preventif, malah memberi lampu hijau dan memberikan fasilitas tambahan untuk memicu intimidasi dan perselisihan.
Memang, sebagai manusia, kita sebaiknya tidak bertopeng. Artinya, ketika kita tidak menyukai sesuatu, ya tidak perlu pura-pura suka. Tapi apakah rasa tidak suka itu harus selalu diperlihatkan?
Saya pernah menulis status yang agak kurang pantas di facebook, dan baru beberapa menit seorang teman—yang usianya beberapa tahun lebih tua dari saya—langsung merespons dengan menyatakan keberatannya terhadap status yang dianggapnya bisa merugikan pihak lain tersebut, dan tak lupa menyarankan pada saya agar segera menghapus status tersebut. Dari responsnya bisa dipastikan kalau dia jelas TIDAK SUKA pada status saya. Tapi tentu saja sebagai kerabat dekat, ia akan menjelaskan alasan kenapa ia tidak suka. Dan kalaupun saat itu fungsi “dislike” sudah tersedia, saya yakin dia takkan sampai hati men-dislike tulisan saya, meskipun hanya tinggal menekan tombol mouse.
Itulah hal paling ideal yang sebaiknya kita lakukan saat melihat status atau foto yang kurang pantas pada akun teman kita. Katakan terus terang saja padanya tentang rasa keberatan kita, tentunya melalui fungsi pesan agar tidak dibaca sembarangan orang. Bukan dengan cara sembarangan mengklik “dislike” yang hanya akan meninggalkan kebingungan dan pertanyaan pada benak teman, “Emang apa yang salah sama status gue?” Dan jangan lupa, persepsi tiap orang itu berbeda-beda. Mungkin kita bisa men-dislike status orang tanpa merasa berdosa karena kita merasa tak ada yang salah dengan hal itu, namun siapa tahu orang tersebut mungkin menanggapinya lain, merasa tersinggung, dan sakit hati dengan perbuatan kita, dan lantas mulai merasa antipati terhadap kita. Akhirnya hubungan kekerabatan pun merenggang.
Dan satu lagi, jangan lupa bahwa jempol yang terbalik merupakan gestur yang tabu untuk dilakukan, apalagi terhadap kerabat sendiri. Jempol terbalik jelas-jelas merupakan isyarat pelecehan, ejekan, dan hinaan bagi sasaran si jempol. Kurang lebih sama dengan isyarat acungan jari tengah. Meski kita tidak benar-benar memberikan jempol terbalik, tapi ikon tersebut sudah cukup bisa merepresentasikan ketidaksukaan kita. Sungguh deh, video hasil upload-an saya di YouTube pernah di-dislike oleh orang, dan rasanya sangat dongkol, karena di video itu saya merasa tidak menyelipkan unsur pelecehan terhadap pihak manapun. Itulah yang juga akan orang lain rasakan saat statusnya di-dislike tanpa sebab.
Jadi, bila kita memang makhluk sosial, saya rasa kita bisa bersikap bijaksana dan bisa menjaga perasaan orang lain dengan tidak sekalipun mengklik tulisan “dislike”. Dan jangan lupa, bahwa perbedaan pendapat itu adalah suatu anugerah yang indah. Semua orang bebas berbeda pendapat dengan kita, dan rasanya kita tidak berhak men-dislike suatu pendapat hanya karena tidak sehaluan dengan pemikiran kita. Dan saya berharap semoga add-on “dislike” ini tidak sampai diresmikan.
Salam kompasiana. Don’t dislike this yo!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H