Â
Guru itu ‘digugu lan ditiru’ begitulah ungkapan dalam bahasa jawa mengenai kata ‘guru’. Tugas guru ialah mendidik dan membimbing anak-anak atau peserta didik yang dilakukan dalam kegiatan proses belajar mengajar di dalam kelas. Guru dianggap sebagai pahlawan tanpa tanda jasa dengan alasan guru mendidik tanpa mengharapkan imbalan atau balasan dari murid-muridnya. Meskipun kini gaji guru cukup besar bagi yang telah sertifikasi dan PNS, namun gaji yang diterimanya itu merupakan upaya pemerintah memberikan penghargaan bagi guru karena usahanya dalam mencerdaskan bangsa.
Bahkan guru dianggap sebagai pekerjaan paling mulia di kalangan masyarakat, dihormati dan diterima sangat baik oleh masyarakat luas. Bahkan karena upaya guru lah banyak melahirkan orang-orang sukses dari presiden, pejabat pemerintah, dokter, dll.Â
Profesi guru pun terkadang ada yang mengategorikan berdasarkan persepsi muridnya. Zaman dahulu, masa ketika orang tua kita masih sekolah, mereka mengaku bahwa ‘guru-guruku dulu galak dan suka bawa garisan kayu atau tongkat kayu kecil panjang yang sering digunakan untuk memukul meja bahkan memukul siswanya sebagai hukuman’. Sehingga guru-guru seperti itu sering disebut ‘killer’ kalau di zaman sekarang. Tetapi seraya berkembangnya zaman, budaya memukul dengan kayu kecil seperti itu sudah tak berlaku lagi. Guru sekarang dituntut dapat lebih dekat dengan murid dan tak membuat mereka menjadi takut.Â
Banyak peserta didik yang nyaman dengan beberapa guru yang sabar dan tidak suka marah sehingga banyak murid yang lebih sayang, dekat dan bahkan dianggap orang tua di sekolah. Memang seperti itulah yang diharapkan pada diri seorang guru yaitu kompetensi kepribadian dan sosialnya disamping kompetensi pedagogik dan profesionalnya. Kompetensi kepribadian dan sosial perlu dibangun oleh setiap guru agar lebih mudah memahami keinginan murid dan mudah mendidik murid tanpa harus membuatnya takut.
Sebaliknya guru yang ditakuti oleh murid karena sifatnya yang suka marah-marah, terlalu tegas, tidak membuat murid nyaman belajar bahkan sampai memberikan hukuman fisik terhadap murid. Guru seperti ini sering mendapat julukan sebagai guru ‘killer’  karena ditakuti para murid. Hal ini mengakibatkan anak lebih tidak nyaman dalam menerima matei pembelajaran, takut bertanya dan akhirnya prestasi peserta didik semakin menurun. Sering kita temui bahwa guru matematika dan guru ipa disebut-sebut guru ‘killer’, tetapi sebenarnya anak-anak lebih takut pada materi perhitungannya dibandingkan gurunya. Tetapi tidak dipungkiri juga kalau guru-gurunya dianggap ‘killer’ karena galak dan terkesan serius dalam kelas.
Intinya murid itu lebih suka dan nyaman dalam menerima materi pembelajaran jika guru yang mengajar itu lebih ramah, sabar dan bahkan memiliki humor yang bagus. Berbeda dengan murid-murid yang menyebut guru ‘killer’ yang dianggap menakutkan dan tidak disegani para murid. Untuk itulah sebaiknya guru-guru lebih meningkatkan kompetensi kepribadian dan sosialnya meskipun kompetensi pedagogik dan profesional juga sama pentingnya bagi guru.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H