Mohon tunggu...
Noor Syaidah
Noor Syaidah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Propaganda Netralitas Media di Tahun Politik

9 Juli 2018   12:13 Diperbarui: 9 Juli 2018   12:30 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru-baru ini, Indonesia akan menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah Serentak pada 27 Juni 2018. Hal ini didasarkan pada sejumlah daerah yang akan mengikuti pilkada tersebut serentak terdiri dari 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten. Dengan total 171 daerah.

Seiring dengan rencana penyelenggaraan tersebut, Pemerintah melalui Bawaslu telah meluncurkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) yang disusun dari tiga aspek utama yaitu penyelenggaraan, kontestasi, dan partisipasi. Dari tiga aspek tersebut diturunkan menjadi 10 variabel dan 30 indikator sebagai alat ukur kerawanan. Indeks kerawanan yang dikeluarkan terdiri dari indeks rendah antara 0-1,99, indeks sedang 2,00-2,99, dan indeks tinggi 3,00-5.00.

Pada dasarnya, keberadaan pemilu adalah sebagai alat utama penyaluran untuk menemukan pemimpin baru yang lebih berkualitas. Akan tetapi isu keberadaan media mengenai pemilu ataupun pilkada selalu menjadi sorotan bahan pemberitaan yang selalu hangat diperbincangkan. 

Bukan hal baru bila sorotan pemberitaan ini menjadi kekhawatiran mendasar bahwa tahun politik menjadi semakin rawan dengan pertarungan antara media dengan pelaku politik maupun dengan masyarakat umum. 

Bisa jadi, kebebasan media di Indonesia dapat digunakan untuk kepentingan politik tertentu sebagaimana indeks tujuan pribadinya. Akan tetapi netralitas media tidak bisa disorot sebercanda itu.

Pasalnya, media dapat mewacanakan sebuah peristiwa politik sesuai pandangannya masing-masing. Media memiliki kebijakan redaksional terkait isi peristiwa politik yang ingin disampaikan. Kebijakan ini pula yang membuat media banyak diincar oleh berbagai pihak yang ingin memanfaatkannya. Karena media memiliki fungsi sebagai agenda setting dimana media memiliki hak untuk menyiarkan suatu peristiwa atau tidak menyiarkannya untuk menggiring opini publik. 

Dari adanya pers tersebut, biasanya apa yang dikatakan pers hampir selalu dipercaya oleh publik. Sebab, media merupakan sarana paling penting dari kapitalisme abad jaman now ini untuk memelihara hegemoni ideologis dan kepentingan. 

Media juga menyediakan kerangka berpikir bagi kelompok dominan yang terus-menerus berusaha mempertahankan, melembagakan, melestarikan kepenguasaan demi menggerogoti, melemahkan, dan meniadakan potensi tandingan dari pihak-pihak yang ingin dikuasai. 

Tetap menjadi hal utama, bahwa media harus jadi jembatan atas hak demokrasi masyarakat dan kepercayaan mereka terhadap penyelenggara Pilkada dimanapun berada. (Himma Ulya, Mahasiswi Fakultas Dakwah dan Komunikasi smt 6 UNISNU Jepara)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun