Mohon tunggu...
noorkholis ridho
noorkholis ridho Mohon Tunggu... -

aku cinta negeri ini tapi aku benci sistem yang ada hanya ada satu kata "LAWAN"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Peran Amerika Serikat dalam Memerangi Terorisme di Indonesia

14 Januari 2011   16:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:35 2328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peristiwa peledakan bom di Legian, Bali (2002), telah membawa makna tersendiri bagi masyarakat akan bahaya perkembangan teror-teror dalam entitas masyarakat sipil di Indonesia. Tragedi yang memiliki dampak sangat besar serta membawa trauma yang mendalam bagi pemerintah (khususnya pada saat itu Pemerintahan Megawati) dan masyarakat dalam melihat perkembangan-perkembangan tindakan terorisme.

Dalam menangani aksi teroris itu, Indonesia perlu meyakinkan masyarakatnya bahwa ancaman teroris sudah mencapai tahap yang sangat membahayakan. Oleh karena itu Indonesia melakukan langkah pro aktif untuk memerangi aksi teror tersebut. Sedangkan dalam kebijakan politik luar negeri Indonesia harus menunjukkan keseriusan dan konsistensinya dalam melakukan kerjasama bilateral, regional maupun multilateral untuk memerangi bahaya atau ancaman terorisme global.

Sejak insiden di Bali, Indonesia cenderung dituding sebagai wilayah bagi kegiatan Al-Qaeda dengan jaringannya Jamaah Islamiyah. Para ahli mengatakan bahwa serangan-serangan teroris di Indonesia, termasuk pengeboman gereja dan pusat pembelanjaan (masing-masing terjadi pada tahun 2000 dan 2001) berkaitan dengan kegiatan terorisme internasional. Mengenai tuduhan bahwa Indonesia menjadi tempat bagi kegiatan Al-Qaeda, Menteri Pertahanan Indonesia pernah menggarisbawahi bahwa kegiatan Al-Qaeda memang eksis di Indonesia. Sebelumnya, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Hendropriyono juga pernah menyebutkan bahwa teroris asing pernah berlatih di Sulawesi. Meskipun demikian, Indonesia harus lebih berhati-hati dalam menanggapi pernyataan beberapa negara Barat itu. Pada intinya Indonesia dan Amerika Serikat sepakat dengan tegas untuk memerangi aksi terorisme internasional. Dalam kerangka kerjasama anti terorisme, pihak Administrasi Amerika Serikat merencanakan akan mengajukan anggaran sebesar US$ 14 juta untuk Indonesia tahun 2005. Kerjasama ini lebih diarahkan kepada pihak Kepolisian Indonesia (Polri).

Kerjasama yang dilakukan Indonesia dengan masyarakat internasional dalam menangani masalah pasca bom di Bali pada Oktober 2002, dinilai berhasil dan merupakan contoh bagi upaya membangun kekuatan melawan terorisme. Dalam pernyataannya yang dikeluarkan Deplu AS di Washington, Rabu, Realuyo mengatakan, setelah peristiwa di Bali tersebut komunitas internasional bersama-sama membantu Indonesia untuk menghadapi masalah terorisme. "Setelah bom yang mengejutkan itu, Indonesia tanpa kenal lelah bekerja dengan pihak internasional untuk memperkuat pertahanan melawan ancaman terorisme, termasuk upaya untuk menghentikan aliran dana teroris," katanya.

A.Pencegahan dan Penanggulangan Saat Ini.

Sejumlah peristiwa terorisme menunjukkan adanya mata rantai antara kelompok dalam dan luar negeri. Dari hasil pengungkapan kasus di Indonesia merupakan jaringan teroris Internasional dimana keberadaanya dengan segala aktifitasnya tidak dapat terdeteksi secara dini sehingga sulit untuk dicegah dan ditangkal. Berbagai peristiwa pengeboman memakan korban jiwa dan merusak sarana dan prasarana yang ada. Beberapa peristiwa aksi teroris yang terjadi signifikan di Indonesia antara lain :

1998, di Gedung Atrium Senin, Jakarta

1999, di Plaza Hayam Wuruk dan Masjid Istiqlal Jakarta.

2000, di Gereja GKPI dan Gereja Katolik Medan serta rumah Dubes Filipina

2000 dan 2001, Peledakan di beberapa Gereja di malam Natal.

2002, Peledakan di Kuta Bali, Mc Donald Makasar

2003, Peledakan di JW Marriot

2004, Peledakan di Kedubes Australia

2005, Peledakan bom Bali II

2009, dua ledakan dahsyat di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton, Jakarta.

Aksi teror tersebut bila terus berlanjut akan dapat mengancam stabilitas politik dan keamanan yang pada gilirannya akan menghambat kelancaran pembangunan nasional.

Berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah khususnya langkah-langkah aparat keamanan dalam pengungkapan pelaku terorisme, mendapat tanggapan beranekaragam dikalangan masyarakat, khususnya kelompok umat Islam yang sensitif terhadap isu terorisme karena dikaitkan dengan agama islam. Menguatnya perbedaan sikap pro dan kontra sesuai tanpa memperdulikan kepentingan nasional, menimbulkan rasa saling curiga dikalangan masyarakat dan ketidak percayaan terhadap pemerintah khususnya aparat keamanan dalam menangani terorisme di Indonesia. Selain itu kerjasama tingkat ASEAN telah dilaksanakan. Sikap kehati-hatian pemerintah Indonesia dalam mencegah dan menanggulangi teroris, dapat dilihat dari kebijakan dan langkah-langkah antisipatif, terkait dengan peristiwa Bali tanggal 12 Oktober 2002.

B. Peran Amerika Serikat dalam mengatasi munculnya terorisme

Dalam hal ini Amerika Serikat bukan sedang mengincar umat Islam, melainkan terorisme. Hanya, kebetulan teroris itu beragama Islam. Pemerintah Amerika Serikat memang tidak bermaksud untuk memproduksi makna Islam dengan terorisme. Juga tidak berniat untuk menciptakan benturan antar peradaban, sebagaimana diteorikan Samuel P. Huntington “Dunia sekarang semakin menyempit. Interaksi antara orang yang berbeda peradaban semakin meningkat. Peningkatan interaksi ini, selain mempertajam kesadaran dan rasa perbedaan peradaban antara orang-orang atau masyarakat yang berbeda, juga mempertajam kesadaran akan kesamaan-kesamaan yang terdapat dalam peradaban-peradaban itu.”[5]

Terorisme, menurut Martha Crenshaw, pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan guna mengekspresikan strategi politik. Tindakan tersebut memiliki motif-motif politik. Teroris dan Islam adalah dua term yang seringkali secara tidak disadari dipadukan sehingga menimbulkan kesan bahwa Al-Qaeda dan Osama adalah representasi kekuatan Islam yang sedang menggeliat dan memberontak dengan menggunakan aksi teror atau kekerasan. Pemaduan ini menjadi berbahaya dan tidak kondusif bagi perkembangan keduanya, Barat dan Islam. Sebab, masing-masing akan terjebak pada stereotipe yang tidak menguntungkan bagi masa depan peradaban global.

Perang melawan terorisme adalah perang yang tidak bisa hanya dilakukan di medan perang, melainkan di berbagai bidang. Selain melalui diplomasi, perang bisa dilakukan dengan menggalang kerja sama intelijen, pembekuan aset financial, hingga pencegahan imigrasi illegal. Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Ralph L Boyce, dalam kuliah umum berjudul “US-Indonesian Relations in the Post-September 11 World”di Universitas Paramadina, Jakarta, menjelaskan bahwa terorisme itu harus diperangi melalui bidang diplomatik, melalui kerja sama intelijen dan saling berbagi informasi serta membangun koalisi. Di bidang finansial, harus ada kerja sama untuk membekukan asaet-aset teroris serta kerja sama domestik dan internasional untuk mencegah praktik pencucian uang dan imigrasi illegal.

Strategi Amerika Serikat bukan sekedar menangani ancaman nyata. Yang lebih tandas dari itu adalah mengalahkan sumber ancaman itu. Namun, sayangnya, fokus yang amat terarah ke garis depan dalam memerangi terorisme membuat orang sulit memahami strategi Amerika Serikat. Walau Pemerintah Amerika Serikat tampaknya berhasil mengembangkan strategi kebijakan luar negeri yang masuk akal, tak mudah membuat orang mengerti kebijakan tersebut. Kemudian dalam visi pemerintahan Bush-Powell kembali menjelaskan persoalan itu secara lebih luas. Presiden Bush mempunyai banyak strategi yang pertama kali dijabarkan secara tebuka pada September 2002 dalam Strategi Keamanan Nasional AS (National Security Strategy of the United State/NSS). Dalam dokumen setebal hampir 40 halaman itu, NSS menjabarkan prioritas kebijakan AS menjadi delapan bab sebagai sebuah strategi yang terintegrasi secara luas dan dalam, sesuai kesempatan maupun tantangan yang dihadapi AS. Tentu saja sebuah dokumen strategi yang ditujukan bagi publik tak akan bisa sepenuhnya terbuka supaya tidak diketahui musuh-musuh kami. Meskipun demikian, dokumen ini dengan jujur merefleksikan kepribadian presiden, yang dengan konsistensinya mengatakan apa yang dia maksudkan dan meyakini apa yang dia katakana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun