Mohon tunggu...
noorkholis ridho
noorkholis ridho Mohon Tunggu... -

aku cinta negeri ini tapi aku benci sistem yang ada hanya ada satu kata "LAWAN"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bill Clinton dan Kebijakannya

14 Januari 2011   15:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:35 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


  1. Setelah Perang dingin berakhir, Amerika bisa dikatakan merupakan pemenang dari perang dingin. Keruntuhan Uni Sovyet membuat kondisi menjadi timpang karena tidak ada lagi yang menyaingi Amerika, hal ini meruntuhkan Konsep dari Balance of Power. Pasca keruntuhan Uni Sovyet, Negara-negara di Kawasan Balkan menjadi bergejolak. Banyak Negara-negara di Balkan seprti Ukraina, Ceko, Slowakia memproklamirkan sebagai Negara yang merdeka karena hancurnya rezim komunisme disana. Sama halnya dengan Kosovo yang ingin segera merdeka menjadi Negara yang mandiri tanpa ada bayang-bayang dari Yugoslavia. Namun Yugoslavia menolak hal itu, dan melakukan tindakan yang represif, yang menyedihkan adalah adanya proses ethnic cleansing dari Pemerintahan Slobodan Milosevic. Kosovo yang mayoritas masyarakatnya adalah muslim Albania dibantai secara missal, yang membuat kondisi disana sangat memprihatinkan. Selain itu, ada pula konflik yang terjadi di Haiti. Peristiwa yang terjadi di Haiti adalah kudeta militer dari kaum Militer Moderat yang dipimpin oleh Raoul Cedras. Ia memaksa untuk pengambil alihan pemerintahan dari Presiden yang berkuasa yakniJean Bertrand Aristide.Hal ini memicu konflik asimetris di Haiti antara Pendukung yang Pro terhadap Pemerintahan dengan Para tentara Militer. Yang menarik adalah dari ketiga konflik diatas merupakan konflik yang melibatkan Amerika. Di Somalia, America mengirimkan pasukan sebagai peace Keeper. Namun yang terjadi justru adalah konflik diantara mereka yang menyebabkan 16 anggota Ranger Elit Amerika tewas. Hal ini yang membuat Amerika merasa kesal, padahal mereka sebagai pasukan untuk penegak Demokrasi. Begitu pula yang terjadi di Haiti dan Kosovo. Amerika merasa bahwa sudah saatnya bertindak tegas untuk menghentikan segala konflik yang terjadi. Akhirnya pengerahan kekuatan Militer menjadi jaln terakhir untuk mengehntikan segala konflik yang terjadi ketiga Negara tersebut.


  1. Presiden Bill Clinton merupakan Presiden yang meminpin Amerikapada saat Pasca Perang dingin. Ia melihat bahwa Amerika harus bisa tetap meneruskan dominasinya dengan jalan ikut concern terhadap kasus-kasus konflik internal yang terjadi seperti di Somalia, Haiti dan Kosovo. Amerika membawa satu tujuan penting yaitu untuk penegakkan demokrasi dan HAM. BillClinton membuat kebijakan dengan mengirimkan pasukan perdamaian. Hal ini mencerminkan FPM yang dipakai oleh Clinton adalah secara Bounded Rationality. Hal ini bisa terlihat dari caranya untuk enggan secara langsung untuk berperang namun lebih hanya untuk menjaga stabilitas. Namun yang terjadi adalah adanya penolakan dari domestic setempat yang mau tidak mau melibatkan Amerika dalam kondisi konflik. Pada akhirnya banyak tentara Amerika Serikat yang menjadi korban. Hal ini membuat Clinton menjadi emosi dan mengirimkan perintah untuk perang secara langsung. Seperti yang terjadi di Somalia dan Kosovo, yaitu pengerahan kekuatan militer secara besar-besaran. Hal ini menunjukkan adanya perubahan FPMClinton dari Bounded Rationality ke dalam Poliheuristic model. Hal ini bisa dilihat dari kebijakannya untuk menerjunkan pasukan elit untuk berperang di Somalia dan melakukan pengeboman secara besar-besaran di Kosovo.


  1. Presiden Bill Clinton melihat bahwa yang terjadi di Kosovo tidak dapat lagi dianggap remeh. Pasukan dari Yugoslavia semakin gencar melakukan serangan ke wilayah Kosovo yang mengakibatkan korban semakin banyak yan berjatuhan dari sipil ataupun pihak Amerika Serikat. Melihat kondisi seperti ini Clinton tidak sabar untuk menghentikan konflik yang terjadi. Setelah sekian lama bersabar akhirnya ia memerintahkan untuk membom secara besar-besaran para tentara Yugoslavia, karena mereka menganggap Yugoslavia sudah berlebihan. Apalagi sudah menyandera salah seorang tentara Amerika. Akhirnya Clinton memutuskan untuk membom Kosovo sebagai tindakan antisipasi untuk konflik yang berlarut-larut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun