Pagi itu sehabis sholat Ied kami sekeluarga berniat silatuhami ke lingkungan sekitar. Baru melangkah keluar rumah, kami berpapasan dengan tetangga yang juga akan melakukan hal sama.
Beberapa dari mereka memakai baju sarimbit bahkan ada yang berkostum mengikuti trend warna tahun ini, hijau sage. Sedangkan kami tetap konsisten memakai baju kebesaran lebaran dari dulu sampai sekarang, warna putih.
“Selamat lebaran. Mohon maaf lahir dan batin, sekarang kosong-kosong, ya,” demikian ucap salah satu dari mereka.
“Mohon maaf lahir dan batin juga, Pak, Bu. Saya banyak salah,” jawab saya.
Kosong kosong. Perumpamaan ini kita pahami bahwa hal tersebut merupakan ungkapan untuk saling memaafkan, terutama pada saat lebaran atau Hari Raya Idul Fitri.
Lebih mendalam lagi ini berarti ketika seseorang mengucapkan kata kosong-kosong maka berarti orang tersebut telah memafkan segala kesalahan yang mungkin pernah kita lakukan baik disengaja maupun tidak disengaja. Hal ini berarti juga meminta kita untuk memaafkan kalau mereka, para tetangga itu pernah berbuat salah.
Moment maaf memaafkan saat lebaran. Konon tradisi ini hanya ada di negara kita saja, bahkan di negara timur tengah tidak ada.
Meski kita tahu sebenarnya menunggu waktu lebaran tiba untuk meminta maaf adalah kurang tepat karena sebagai seorang muslim, hal tersebut semestinya segera dilakukan tatkala kita berbuat salah.
Namun demikian ada kalanya berat bagi kita. Jadi moment maaf memaafkan saat lebaran seakan memberi kita keleluasaan. Rasa lebih percaya diri dan membuang jauh gengsi untuk meminta maaf karena mereka pun melakukan hal yang sama.
Tidak dipungkiri hidup bertetangga pasti tidak selamaya mulus, baik dan rukun. Ada kalanya hal-hal sepele jadi pemicu yang membuat masalah. Suka kepo urusan tetangga. Tidak sengaja salah satu mengajak ber-julid ria lalu menggibah, dan ah kita pun asyik menurutinya.