Medio : 21 April 2011
Numpak Andong Menikmati Seputar Malioboro.
Setelah puas berjalan sepanjang trotoar Malioboro dan mengubek los demi los Pasar Malioboro, terakhir di Mirota Batik untuk ngadem dan meringkas apa yang ada di sepanjang Malioboro ada semua di Mirota Batik dari segala batik, souvenir,pernak-pernik,lukisan dsb. Perjalanan belum afdol kalau belum numpak jaran atau andong. Andong merupakan salah satu alat transportasi khas Yogyakart, Klaten, Solo dan sekitarnya. Sebagai peninggalan kebudayaan yang harus dilestarikan. Andong banyak dijumpai sepanjang Malioboro, Pasar Ngasem, dan Kotagede. Andong biasa disebut juga delman, sado atau bendi. (sumber wikipedia) Sekilas Sejarah Andong : Ditilik dari sejarahnya merupakan alat transportasi roda empat yang hanya boleh dinaiki kaum bangsawan yakni raja dan kerabatnya. Awal aabad XIX-XX andong seperti saat ini mobil menunjukan status social para priyayi (kerabat) keraton. Sedangkan rakyat jelata gunakan gerobak di tarik sapi atau dokar (kuda beroda dua), baru saat pemerintahan Hamengkubowono ke VIII andong mulai digunakan rakyat terutama pengusaha. Untuk lengkap sejarah perjalanan andong bisa di lihat di Museum Kereta yang terletak di sebelah barat keraton Yogyakarta. Unik dan Menarik Seperti yang saya bilang belum afdol jika mengakhiri Malioboro tanpa keliling dengan kuda beroda empat, yang di nahkodai seorang kusir dengan busana khas Yogyakarta, berblangkon pakaian sorjan lurik dan celana ¾. Pak kusir sambil mengendalikan kuda-kudanya akan menawarkan tempat-tempat wisata yang ada dan tempat oleh-oleh dari bakpia pathuk, gudek Yogya, baju dagadu..."Monggo mau ngersaaken ke mana....." Mereka sungguh berbahasa halus dan sopan, memang keramah-tamahan sangat kental terasa. Icha dan Fay asik menyapu keramaian kota pelajar yang penuh kekhasan. Rute Perjalanan dimulai dari depan Mirota Batik, di sini banyak mengetem andong, dengan tariff Rp. 40.000,- yang kita sepakati, perlahan kuda-kuda mulai berjalan..."Cek...cek..." suara pak kusir. "Tuplak...tuplak...tuplak..." suara kuda mulai berjalan. Semilir angina siang hari merebak, pemandangan berturut-turut yang sempat saya jepret :
1. Tulisan Jawa
Ada tulisan jawa yang sayang saat tidak terlalu paham dengan Ho No Co Ro Ko (waktu SMP saya pernah mendapat pelajaran ini), dari sumber wikipedia mengenai tulisan Jawa. Ternyata dalam Honocoroko ini mengandung makna yang bernilai tinggi, intinya mengingatkan kita untuk memelihara komunikasi agar terhindar dari salah paham dan persepsi yang bisa merugikan atau permusuhan bila kita tidak menjaga benar-benar suatu komunikasi. Lengkapnya adalah : HO NO CO RO KO DO TO SO WO LO PO DHO JO YO NYO MO GO BO TO NGO Sumber :Â honocoroko
2. KANTOR POS BESAR
Salah satu bangunan tua yang mengingatkan aku saat kuliah di Yogyakarta, pernah training di kantor pos ini sebagai petugas money changer tepatnya Nov - Des 1998 Training PT INTRABILEX AUTHORIZED MONEY CHANGER, sungguh pengalaman dalam perjalanan kerja yang tidak terlupakan. Saat itu sembari mengerjakan kuliah saya bisa menunggu orang-orang yang ingin menukarkan berbagai mata uang dunia baik dalam rupiah ataupun dolar. Perempatan kantor pos besar disinilah warga dan mahasiswa kerap menggelar demo, salah satu tempat yang strategis untuk berorasi. Biasanya rute dari parkiran Abu Bakar Ali dan berjalan kaki ke perempatan Gedung Kantor Pos Besar. Sayang tidak bisa mengeksplor lebih banyak, dan andong kita pun berlalu memasuki Kampung Ngasem.
3.KAMPUNG NGASEM
Kampung yang berkaitan erat dengan sejarah perbatikan, banyak masyarakat Yogya yang membatik sehingga batik menjadi identitas Yogyakarta terutama di era 1970-an Kampung Ngasem adalah kampung batik. Kawasan Kampung Ngasem ini dilewati Jalan Kauman, Jalan Kadipaten maupun Jalan Ngasem. Ketiga jalan tersebut merupakan wilayah Ndalem Beten (wilayah dalam keraton), jika disusri akan menemukan tembok (benteng) yang mengelilingi Kampung Ngasem. Untuk lebih detail kampung ngasem : kampungbatikngasem
4.KERATON