Mohon tunggu...
Noorhani Laksmi
Noorhani Laksmi Mohon Tunggu... Administrasi - writer, shadow teacher, Team Azkiya Publishing dan Sanggar Rumah Hijau, Admin Komunitas Easy Writing

http://noorhanilaksmi.wordpress.com FB : Nenny Makmun

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pra Wedding

14 Maret 2011   08:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:48 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pra Wedding

 

 

Aryo tidak menyangka kalau dalam persiapan perkawinannya dengan Arini begitu ribet. Arini yang Aryo kenal adalah gadis yang menjunjung motto simple live, entah kenapa jadi begitu jauh dari kata simple prilakunya dalam menghadapi persipan moment terpenting dalam hidup kami. Setahun cukup bagi Aryo untuk mengenal Arini, walau di bilang bukan waktu yang panjang tapi baginya waktu singkat bukan berarti tidak menjamin hubungan juga singkat, karena Aryo sudah mengalami sendiri. Sebelum dengan Arini, Aryo lama menjalin kasih dengan Kristan tetapi kenyataan pahit yang harus Aryo alami hingga dia harus mengakhiri segala sesuatu yang sudah dipersiapkan bersama Kristan hancur berkeping-keping. Mau ditaruh di mana muka Aryo yang telah gembar-gembor akhirnya bisa meminang Krista nyang dipacarinya hampir 4 tahun ? Dan Arini kenapa dia begitu temperamen dan ribet, Aryo hampir tidak percaya dengan karakter Arini saat-saat ini. Kemanakah Arini yang dia kenal, easy going dengan segla hal yang  nggak prinsip. Jujur temperamen yang ditunjukan Arini beberapa akhir bulan membuat Aryo stress, seakan tidak mengenal diri Arini utuh. Aryo mencoba menghibur hatinya yang gundah gulana, "Ah Arini mungkin syndrome pra wedding nih, dia pasti banyak minta ini itu hanya karena dorongan orang tuanya yang dikenal ningrat*, pokonya banyak aturan yang musti Aryo dan Arini lewati dalam prosesi pernikahan nanti, dari acara agama, acara adat  dan resepsi mewah. Buat Aryo ini bener-bener jadi mimpi buruknya setiap malam menjelang pelepasan lajang. Ketika siang hari bertemu Arini musti bertengkar dari masalah desain undangan, foto pra wedding, tema perkawinan, siapa-siapa saja yang ditunjuk dari pihak keluarga dia dan dirinya untuk menjadi panitia pernikahan. "Agggrrrhhhh kalau tahu akan serumit ini aku mending gak kawin," gerutu Aryo. "Mas ibuku minta nanti acaranya harus lengkap, apalagi Mas aryo ngelangkahin* Mas Burhan, itu musti ada acara sendiri dari pihak Mas." Kata Arini. "Walah Rin, wong mas Burhannya aja adem ayem *kok dia mo dilangkahin aku ama Irfam cuek saja, memang masku itu belum ketemu jodoh. Lagian mana mau dia di ekspos pakai acara segala, yang ada dia malah marah! Tersinggung udah aku langkahin eh sekarang musti di pertontonkan di tengah orang-orang kalau dia belum kawin," bela Aryo. "Mas gimana sih, mau jadi kawin sama aku nggak? Udahlah kalau mau ibuku gitu ya udah turutin aja, apa susahnya!" Arini mulai beraksi dengan nada tinggi. "Aduh Rin, yang mau kawin sebenernya kita apa orang tua kita sih! Sebentar-sebentar kamu selalu mengatasnamakan ibumu lah, ayahmu lah! Sekalian aja eyangmu yang sudah meninggal!" umpat Aryo kesal. "Mas!! Jaga mulut kamu!!!" Itu baru sepenggal cerita keributan yang membuat Aryo jadi uring-uringan dengan keputusan pernikahan yang sudah terancang saat Aryo melamar Arini 3 bulan lalu, apa yang di benak Aryo, Arini yang sedehana tidak ada lagi, yang ada Arini yang egois, yang hanya memuaskan keinginan ibunya terutama! Di sisi lain Aryo menganalisa,  Arini memang sangat menurut dengan segala perintah orang tuanya, terutama ibunya yang mendominasi keberhasilan dia untuk menyelesaikan kuliah hingga meraih gelar sarjana. Dan sekarang sudah 2 tahun Arini bekerja di perusahaan multinasional. Bagi Arini apapun yang sudah menyangkut keinginan ibunya dia harus turuti, kapan lagi dia akan membahagikan ibunya. Kembali Arini uring-uringan ketika melihat hasil cetakan tulisan dalam mug untuk souveninya, " Mas gimana sih teman kamu, kok jadi jelek begini mug nya! aku kan minta warna nya merah marun untuk tulisan yang tercetak, yah ini kok jadi nggak jelas gini warnanya ngepink apa ungu! ahhh pasti ibu ngejek abis-abisan," Arini wajahnya kesal bersungut-sungut. Mug untuk souvenir yang sudah dia design dengan pemilihan gambar sepasang pengantin ala Yogyakarta, dan tulisan yang cerah merah marun sirna sudah. Mas Aryo mempercayakan pembuatan mug nya kepada kawan baiknya, ternyata hasilnya sangat tidak memuaskan hati Arini. "Bisa di batalin gak Mas, aku pokoknya kepengen sesuai permintaan awal, Mas gimana sih ahh...." "Prang mug mungil pecah terbelah-belah" Arini membanting di lantai dengan kesal. Ilustrasi : adjimedia-bali-photo.itrademarket.com Bersambung

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun