Kisruh pungutan di SMAN 19 Bandung membuka kedok yang selama ini ditutupi sistem pendidikan kapitalis. Â Pihak sekolah berkelit karena pungutan tersebut resmi dan dikeluarkan (sepersetujuan) Komite Sekolah. Â Semua siswa (termasuk yang ber-SKTM) dipungut Rp 50.000,00 untuk pembayaran Edubox yakni sebuah aplikasi pembelajaran daring untuk siswa dan guru.
Hal yang sama terjadi Di SMAN 5 Kendari. Â Tim Ombudsman Sultra bahkan sudah turun tangan untuk menghentikan pungutan oleh Komite Sekolah ini. Â Di sekolah ini siswa dipungut Rp 850.000,00 untuk biaya pembebasan lahan untuk pembangunan gedung baru, biaya guru honorer dan petugas keamanan.
Beberapa kasus tersebut hanyalah sebagian yang diberitakan media. Â Yang tidak diberitakan tentu lebih banyak lagi. Pungutan sekolah menjadi 'kejahatan' lumrah di tengah aturan yang ditegakkan sistem pendidikan kapitalis.
Sayangnya, justru pemerintahlah yang menjadi biang kejahatan ini. Â Pemerintah juga memberikan perlindungan kepada sekolah yang melakukan pungutan (resmi). Â
Sebagaimana yang dikatakan Mendikbud Muhadjir Effendy menanggapi kasus di Bandung. Ia menyatakan kementerian yang dipimpinnya akan memberikan bantuan hukum kepada sekolah yang dituding melakukan pungutan. Â Sebab, tidak semua pungutan disebut pungli, ada yang resmi. Â (https://m.merdeka.com/peristiwa/mendikbud-tidak-semua-pungutan-sekolah-disebut-pungli-ada-yang-resmi.html).
Secara peraturan, pungutan sekolah terjadi karena Komite Sekolah diberi hak meminta sumbangan kepada siswa berdasarkan Permendikbud No. 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Â Komite Sekolah sendiri merupakan lembaga mandiri yang beranggotakan orangtua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.
Komite Sekolah dapat melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana, dan prasarana, serta pengawasan pendidikan. Â
Adapun dalam pasal 10 ayat (2) disebutkan bahwa penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan. Â Untuk itu Komite Sekolah harus membuat proposal yang diketahui oleh Sekolah sebelum melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat.
Meski berbentuk sumbangan, namun pada faktanya banyak sekolah yang nyata-nyata melakukan pungutan. Sebab, nominalnya telah disebutkan,bahkan tak sedikit yang disertai embel-embel sanksi.
Konsep Batil MBS
Keterlibatan orang tua (Komite Sekolah) untuk mengelola pendidikan merupakan turunan dari konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS adalah bentuk otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan, yang dalam hal ini kepala sekolah dan guru, dibantu oleh Komite Sekolah dalam mengelola kegiatan pendidikan (Penjelasan Pasal 51 Ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Melalui konsep MBS, sekolah -yang seharusnya menjadi representasi Negara- dapat mengalihkan fungsi dan wewenangnya kepada Komite Sekolah, yang di antaranya mengelola pembiayaan pendidikan.Â