Membaca postingan kawan kawan senasib sepenanggungan tentang rasanya menjalani Ramadhan jauh dari Banua. Ada yang kehilangan momen ngabuburit wadai (red: kue) khas Banjar yang jarang ada di luar bulan Ramadhan. Ada yang kehilangan kesempatan bercengkerama dengan keluarga tercinta di kampung halaman. Ada pula yang merasai bagaimana ceramah agama usai tarawih yang disampaikan dalam bahasa daerah dimana dia merantau yang sebagian besar kalimatnya tidak dapat dia pahami.
Ini pun Ramadhan pertama saya di Surabaya tanpa keluarga. Meski begitu, saya menaruh harapan besar semoga Ramadhan ini menjadi yang terbaik dari Ramadhan sebelumnya. Berpuasa tidak sekedar untuk menahan lapar dan dahaga. Lebih penting dari itu adalah menahan hawa nafsu, menahan yang haram menuju yang halal, menahan maksiat menuju taat.
Saat ini, menu sahur dan berbuka tampaknya bukanlah hal serius yang harus saya pikirkan. Ini Surabaya, bukan Banjar, Jenderal... Ada yang lebih penting dari sekedar menu itu, setumpuk tugas akhir semester yang harus selesai sebelum saya pulang ke Banjar. Dan memang ketika pilihan untuk melanjutkan studi ini saya ambil, maka saya pun harus siap dengan tugas tugas kuliah yang benar benar menyita pikiran. Mungkin agak aneh, tapi di awal menjatuhkan pilihan dulu, yang saya pikirkan bukan tugas tugas yang harus saya kerjakan ketika menjadi mahasiswa kembali, pokoknya saya lanjut belajar. Itu saja. Cukup berat, ternyata... Namun tidak hanya saya saja yang merasakanya, teman2 seangkatan pun demikian. Ketika seorang guru harus kembali menempati posisi murid. Jadi begini rasanya... Cukup membahas soal perkuliahan. Pokoknya semester dua ini harus selesai dan pulang.
Meski tidak berlaku bagi semua orang Banjar, nampaknya sejauh apapun orang Banjar merantau, tidak ada yang senyaman di daerah sendiri.
Dan saya yakin ini tidak berlaku bagi mereka yang sedang menjalani Ramadhan di Mekkah Al Mukarromah. Meski jauh dari keluarga, berada dekat dengan Baitullah merupakan kebahagiaan langka yang tidak terganti. Jika boleh, mereka pasti ingin kembali kesana. Lagi, lagi dan lagi...
(Tolong jagakan ibu dan keluarga saya disana, ya Allah)
Semoga saya pun berkesempatan untuk berziarah ke Baitullah..
Keep spirit Ramadhan. Meski kita di banua orang, semoga semangat itu tetap hidup dan membesar. Semangat menjadi lebih baik lagi di Ramadhan tahun ini.
Tenang, Abang... Tunggu Hayati pulang...
ditulis 6 Juni 2016
latepost setelah sekian lama off di kompasiana