Mohon tunggu...
Putri E. Soeharto
Putri E. Soeharto Mohon Tunggu... lainnya -

Dulu baik-baik, sekarang agak sarkastik. Listens to rap, writes about modern culture, captures personal style in JakartaStyleJournal.com, and eats cold udon.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Apakah Tuhan Itu Ada?

27 Juli 2011   13:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:19 846
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Semenjak saya kuliah, saya sering disodorkan pertanyaan tersebut oleh teman-teman saya. "Apakah Tuhan itu ada?", "Kenapa lo percaya Tuhan?", dan pertanyaan-pertanyaan yang sejenis. Saya sendiri bingung menjawabnya. Saya bahkan bingung kenapa saya yang ditanyakan, bukannya orang lain yang sekiranya lebih mengerti akan hal-hal teologis semacam ini. Tapi kebingungan saya itu pun sudah menyatakan dengan sendirinya bahwa saya juga bertanya: "Apakah Tuhan itu ada? Kalau Ia ada, kenapa saya sulit sekali memberikan jawaban?"

Kalau saya menjawab, "Tentu saja ada!", orang itu pasti akan meminta alasan, bahkan bukti. Dan saya tahu, orang-orang itu tidak mau diberi jawaban seperti "Saya di sini karena Tuhan" atau "Saya mengalami mujizat-mujizat dari Tuhan". Mereka tidak akan mengerti. Mereka berpikir dengan otak mereka, dengan logika mereka saja. Mereka hanya mempercayai apa yang mereka rasakan dengan indera-indera fisik mereka. Berpikir dengan hati? Jangan harap.

Saya pun selalu mengatakan "Gue nggak tahu. Tapi gue percaya aja. Gue percaya bahwa ada sesuatu--atau seseorang--yang lebih besar dan lebih berkuasa di luar sana". Beberapa orang sudah tahu, bahwa saya bukanlah orang yang religius. Saya seringkali absen pergi ke tempat ibadah saya, saya tidak aktif dalam lingkungan agama, saya tidak menyukai lagu rohani, dan saya tidak hapal banyak sejarah agama. Tapi di balik sikap slenge'an saya, mereka juga tahu bahwa saya orang yang sangat peduli akan keimanan saya. Saya percaya adanya Tuhan. Saya percaya saya bisa hidup, bisa berada di sini mengetik artikel ini, bisa nonton dan minum kopi nantinya juga karena Tuhan. Oh, seringkali saya juga menyamakan Tuhan dengan semesta. Bila semesta berkehendak, maka jadilah kehendak itu. Bila semesta menginginkan saya mati besok, ya saya mau gimana lagi.

Tapi kenapa sulit sekali bagi saya untuk menjawab pertanyaan itu? Saya yakin Tuhan ada. Saya yakin Tuhan melahirkan kita semua di dunia ini, masing-masing dengan tujuan yang berbeda-beda. Bila Tuhan tidak ada, untuk apa kita hidup di dunia ini? Numpang lewat? Numpang buang kotoran? Tuhan sepertinya tidak ingin manusianya melakukan hal itu. Tapi kembali ke pertanyaan: Apakah Tuhan itu ada?

Kuliah di fakultas yang multikultural, di mana orang-orang di dalamnya diajarkan toleransi, keberagaman, dan fungsi-fungsi agama menurut Marx (atau tokoh Sosiologi lainnya, saya lupa), memberi tantangan baru untuk saya. Dulu di SMA saya, yang jelas-jelas membawa nama suatu agama, tidak pernah saya menemukan orang yang bisa diajak berunding soal ini. Namun di kampus saya, rasanya banyak sekali bahkan yang sedang mencari Tuhan.

Saya tidak mengatakan dua-duanya jelek, atau dua-duanya bagus. Itu hak mereka masing-masing untuk peduli atau tidak peduli terhadap isu ini. Lagipula, agama merupakan hal yang sensitif, yang bila diperdebatkan tidak akan ada hasilnya. Tapi hal ini begitu menarik bagi saya, bagaimana seorang yang satu bisa berbeda dengan seorang yang lain dalam memandang agama, dalam memandang Tuhan.

Saya masih belum menemukan jawaban atas pertanyaan ini. Saya yakin Tuhan itu ada. Ia ada di sekeliling saya. Tempat pensil saya saja merupakan wujud Tuhan. Saya bisa menggunakannya untuk hal-hal baik. Namun alasan logis di baliknya... Maaf, saya tidak tahu. Tuhan, semesta, dan hal-hal semacamnya merupakan suatu misteri ilahi, dan mungkin biarlah menjadi misteri saja. Untuk penutup, cobalah bayangkan Anda sedang berada dalam suatu penerbangan, lalu tiba-tiba pesawat yang Anda tumpangi terbakar dan akan jatuh tak lama lagi. Anda setidaknya memohon-mohon agar terjadi sesuatu yang dapat menyelamatkan Anda, bukan? Kepada siapa Anda memohon? Coba direnungkan, dan beri tahu pendapat Anda.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun