Â
Kemudian datang periode kelam ketika gue dijadwalkan delapan penerbangan bolak-balik dalam satu bulan, dimana gue hanya hinggap di bandara yang bersangkutan tanpa menginjakkan kaki keluar dari pesawat gue. Yang membuat penerbangan singkat ini menyedihkan sesungguhnya karena sektor macam ini tidak menghasilkan banyak uang.
Â
Namun yang lebih buruk dari miskinnya gue dengan penerbangan bolak-balik gue adalah gue dianugrahi enam buah standby. Standby sendiri berarti gue menjadi awak kabin yang siaga menggantikan awak lain apabila yang bersangkutan berhalangan; baik karena sakit, malas, salah jadwal, maupun ketiduran.
Â
Pun pernah ada pramugara yang tidak hadir di ruang pengarahan yang diadakan dua jam sebelum setiap keberangkatan. Ketika dihubungi, yang bersangkutan sedang pesiar ke luar negeri. Mungkin ia ingin merasakan indahnya menjadi pengangguran.
Â
Gue sangat tidak suka standby. Entah karena gue tidak suka menjadi cadangan atau karena gue sudah terlalu sering digantung-gantung di aspek kehidupan gue yang lain. Gue merasa dijadikan pilihan kesekian dan diberi harapan palsu tidak perlu turut hadir dalam pekerjaan gue.
Â
Namun apa daya. Standby adalah bagian dari tanggung jawab gue. Ibarat sudah takdir, gue pun digantung dan dijadikan pilihan baik dalam kehidupan asmara maupun dalam karir gue.
Â