Mohon tunggu...
Harirotul Fikri
Harirotul Fikri Mohon Tunggu...

Psikologi UIN Malang '10| Pengagum sastra | Nyaman berada di kereta, senja dan padang ilalang | Bermimpi jadi penulis dan pebisnis | Penah ingin lanjut S2. Pernah!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Idul Adha dan Toleransi

4 Oktober 2014   14:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:25 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14123823861801448881

[caption id="attachment_363842" align="aligncenter" width="301" caption="ilustrasi gambar: namiraschool.com"][/caption]

Berbicara tentang Idul Adha, hal pertama yang terlintas dalam benak saya adalah Qurban. Secara gamblang dan tidak mendalam, tentu saja yang terlintas pertama dari Qurban itu sendiri adalah hewan kurban. Baru setelah itu, jika kita telusuri lebih lanjut, maka akan banyak bermunculan jenis kurban-kurban yang lainnya.

Selanjutnya, ketika kita berbicara tentang kurban, hal yang jelas terlintas dari benak saya adalah keikhlasan. Keikhlasan dalam menyisihkan harta benda untuk diberikan kepada sesamanya mungkin bisa kita jadikan contoh dalam suasana Idul Adha ini. Jika dipikir-pikir, uang kisaran 13 juta, yang cukup kita jelmakan menjadi seekor sapi yang nantinya akan dibagikan cuma-cuma tersebut, apakah uang itu tidak berguna? Berguna dalam artian, misalnya kita lebih memilih digunakan untuk memperbaiki kondisi rumah yang sudah sedikit rapuh, atau mungkin kita buat untuk berjaga-jaga karena tahun depan, anak kita akan memasuki jenjang perkuliahan yang pastinya membutuhkan banyak pengeluaran.

Nah, dalam hal ini kita dihadapkan kepada pilihan-pilihan yang mungkin bagi sebagian orang terkesan sulit dan rumit. Betapa tidak? Dibutuhkan suatu pengorbanan akan harta benda yang pastinya harus disetai pengorbanan pikiran dan hati untuk melancarkan proses pengorbanan harta benda tersebut. Katakanlah semisal orang hidup berkecukupan, yang menganggap uang 20 juta adalah tidak begitu ada artinya. Jika orang tersebut tidak ada niat untuk membuat orang lain bisa mencicipi 'daging' yang setiap saat dikonsumsinya, adakah pengorbanan itu terealisasi?

Adanya budaya mengorbankan hewan kurban seperti sapi dan kambing adalah merupakan satu simbol pengorbanan yang harus kita telaah sendiri apa sesungguhnya makna dari proses kurban tersebut. Banyak makna Qurban yang layak kita terjemahkan hal berbagai aspek kehidupan keseharian kita. Dalam hal Toleransi misalnya, toleransi yang akan saya bahas kali ini bukan lagi tentang toleransi antar ummat beragama (eksternal). Akan tetapi masalah toleransi yang muncul dari dalam diri Islam itu sendiri. Sebutkanlan golongan Nahdlatul 'Ulama (NU) dengan Muhammadiyah, dua aliran Islam terbesar di Indonesia, yang keduanya -katakanlah- selalu berseteru. Lihat saja pagi ini, sebagian ummat Islam sedang riuh rendah menjalankan ibadah sholat Ied, sedangkan sebagian yang lain masih khusyuk dengan puasa tarwiyahnya. Tetap bisa dikatakan ada toleransi jika semisal mereka tetap hidup rukun dan saling menghormati satu sama lain.

Ada beberapa cara yang digunakan dalam Islam untuk menentukan tanggal. Misalkan dengan cara hisab atau rukyah. Saya yakin, sebagai satuan aliran yang kuat dan bertanggung jawab, maka mereka -NU&Muhammadiyah- sudah melakukan prosedur penentuan tanggal dengan baik dan benar. Mungkin keduanya melakukan cara yang berbeda sehinggal final titiknya juga bersebelahan, akan tetapi cara yang dilakukan oleh keduanya telah memenuhi prosedur yang benar dan sesuai ajaran.

Adanya NU dan Muhammadiyah menunjukkan adanya pengakuan bahwa ada yang berbeda antar diri masing-masing. Saya tidak akan menguraikan apa perbedaan dari diri mereka, jujur saya tidak terlalu pintar dalam hal tersebut. Yang akan saya tekankan adalah perlunya sikap toleransi demi mewujudkan sikap saling menyayangi, juga salaing menghormati keberbedaan sebagai sesama hamba Allah dan pengikut Rasulullah SAW.

Ada guyonan (maaf saya lupa sumbernya dari mana) yang mengatakan bahwa, orang Islam lebih bersikap loyal bahkan terhdap orang nonmuslim, jika dibandingkan dengan orang Islam sendiri yang mempunyai aliran Islam yang berbeda dengan dirinya. Ketika kita kerap menjumpai pertentangan-pertentangan yang berkelebat dalam aura pernikahan lintas agama, kita juga akan menjumpainya dalam kasus pernihan seagama, namun berbeda paham yang lebih 'seru' lagi.

Jika perbedaan seagama saja dijadikan alasan untuk 'gontok-gontokan' antar sesama ummat, maka selanjutnya, saya akan kembali menanyakan, apa  makna "Islam rahmatan lil'alamin"?

Malang, 04 Oktober 2014
*Saya ikut merayakan idul qurban esok hari. Dan saya ingin mengucapkan selamat merayakan idul qurban untuk saudara saya yang merayakannya hari ini. Kita tetap saudara, kan?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun