Madrasah sebagai sebuah organisasi, ia layaknya mahluk hidup yang juga terus bertumbuh. Sementara disisi lain, ada masyarakat pengguna layanannya yang juga mengalami pertumbuhan kebutuhan. Jika kecepatan pertumbuhan kebutuhan masyarakat mendahului pertumbuhan kemampuan madrasah untuk menyediakan solusi atasnya, maka ini akan menjadi berita buruk bagi madrasah yang bersangkutan. Kenapa? Karena, masyarakat akan mencari solusi atas kebutuhannya, di madrasah lainnya. Artinya, 'keterpilihan' madrasah ini, akan menurun dengan sendirinya.
Fokus pada kata 'bertumbuh'. Dikutip dari penelitian David R. Hawkin, MD. Phd. tentang Force and Power. Penulis melihat ada relevansi antara apa yang ditemukan dengan unsur penunjang pertumbuhan sebuah organisasi. Â Emosi (baca : rasa) yang ia teliti dan disajian dalam tabell dibawah ini :
 Â
Memberikan dampak yang sangat signifikan dalam pertumbuhan sebuah madrasah, sebagai sebuah organisasi yang memberikan layanan pendidikan kepada masyarakat. Tenaga pendidik dan kependidikan didalam madrasah, memiliki emosi yang selalu dibawa disetiap sesi apapun saat melakukan layanannya. Guru yang mendidik siswa diruangan kelas, tenaga tata usaha saat melayani kebutuhan administrasi, bendahara saat menerima pembayaran pembiayaan dan kepala madrasah ketika memberikan penjelasan program kepada walimurid, serta semua aktifitas layanan lainnya di madrasah.
Adalah keniscayaan, emosi terlibat didalamnya. Kita buat simulasinya, di tabel disebutkan bahwa level emosi CINTA, memiliki getaran energy 500, dengan keterangan, siapapun yang menggunakannya, didalam dirinya muncul rasa hormat yang mendalam atas apapun yang ada didepannya, sementara siapapun yang melihat pribadi yang 'memainkan' energy ini, akan mampu melihat sesuatu yang berharga yang sebelumnya tersembunyi.
Fenomena anak nakal yang mungkin juga bebal menerima pelajaran, saat didekati dengan level energy CINTA, akan menjadi sangat indah. Ada semacan dialog halus dalam diri pendidik bersama Tuhannya, seolah mendengar kalimat halus, "Tuhan, mengirimkan anak ini agar aku makin bersabar, ia mengajarkan ilmu sabar dan Ikhlas. Anak ini, datang dihadapanku karena KehendakNya, karena ia diutus dengan ketetapanNya, maka tiada boleh aku marah kepadanya. Tuhan, terima kasih atas semua ketetapan indahMu".
Dialog-dialog halus seperti ini akan sering muncul disemua ruang layanan madrasah. Tentunya tidak selalu dalam konteks negative saja, pun juga dalam suasana positif. Nikmat siswa-siswi dimadrasah mendapat prestasi tak membuat jumawa apalagi bersombong, karena sadar dengan sesadar-sadarnya, semua ada atas karunia Tuhannya. Sebaliknya, dinamika belum terwujudnya target-target prestasi disikapi dengan hati yang luas, dengan kesadaran penuh bahwa CINTA menjadi ruh dari semua ketetapanNya.
Kembali ke table force dan power, David R. Hawkin membaginya menjadi dua, bagian bawah dinamai sebagai Force dan bagian atas sebagai Power. Force, dikenali sebagai emosi negative dan Power segabau getaran emosi positif. Emosi kita fahami sebagai E-motion, Energy in MOTION. Atau dalam bahasa Indonesia energy yang bergerak.
Dilevel kecil, energy ini dipancarkan oleh semua warga madrasah, yang dibagian intinya ada tenaga pendidik (guru) dan kependidikan (Karyawan) serta tentunya semua stakeholder, baik yayasan dan juga komite. Abai dalam mengamati level energy akan berdampak di pertumbuhan organisasi madrasah. Energy yang dipancarkan madrasah adalah resultante (penjumlahan) dari semua energy manusia didalamnya, seperti yang disampaikan di kalimat pertama paragraph ini.
Dilevel energy yang manakah Madrasah ibu Bapak? Tulisan ini insyaAllah terus berlanjut, dengan bahagia penulis bisa berinteraksi dengan panjenegan semua, kapan bisa diskusi? wa.me/6285236662268
Mas Rofi,