Entah apa yang sedang terjadi dengan Perum Bulog. Belakangan ini kerap kali bermunculan kabar tidak mengenakkan terkait BUMN logistik pangan itu.
Masih ingat soal temuan 6.000 ton beras membusuk di gudang Perum Bulog Sub Divre Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, oleh tim Sergab TNI AD medio Februari 2019 lalu? Atau rencana Perum Bulog baru-baru ini untuk menyalurkan stok beras mangkrak di gudang-gudang penyimpanan yang konon katanya masih ada sekitar 2 juta ton kepada TNI, Polri dan ASN, sebagai ganti tunjangan pangan tunai?
Kali ini berita tak sedap datang dari Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Setidaknya 8.000 liter minyak goreng milik Perum Bulog yang dikemas dalam ukuran satu liter dan dilabeli merek "KITA" ditemukan dalam kondisi kedaluwarsa di gudang. Saat diperiksa, minyak-minyak itu diproduksi pada 2017 dan memasuki masa kedaluwarsa sejak 12-03-2019.
"Sebanyak 8.000 liter minyak goreng isi ulang sudah kedaluwarsa sehingga tidak dapat diedarkan dan menunggu pemusnahan. Sebagai pengganti, Bulog Labuanbajo masih menunggu pasokan dari pusat," kata Kepala Gudang Marsel Bandur, seperti dilansir dari Media Indonesia, awal pekan ini.
Memang Perum Bulog main minyak goreng juga? Mungkin saja, saat ini bukan cuma saya yang belum tahu seluruhnya produk-produk Perum Bulog. Jika mendengar kata "Bulog", pasti yang terlintas di pikiran kita adalah "beras" dan "gula." Okelah, mungkin "bawang putih" juga bisa karena berita-berita soal Perum Bulog ngotot ingin impor bawang putih sedang marak belakang ini.
Tapi minyak goreng? Rasa-rasanya masih banyak yang belum "ngeh" kalau BUMN yang satu itu juga punya produk minyak goreng yang dijual ke pasar.
Hal ini seiring dengan perkembangan Perum Bulog sejak tahun 1967 hingga saat ini. Sejak tahun 2016, Perum Bulog mendapat tambahan peran dengan tugas mengelola 12 komoditas pokok, termasuk minyak goreng.
Perdagangan komoditi Bulog dengan nama "KITA", berada dalam kendali Divisi Penjualan Distributor dan Divisi Penjualan Langsung. Produk merk "KITA", mulai dari minyak goreng Kita, Beras Kita, gula Manis Kita, Tepung Terigu Kita, dan Daging Kita. Seluruh produk tersebut memiliki label depan kemasan dengan jargon "BUMN, Hadir Untuk Negeri."
Perum Bulog sendiri memiliki kewajiban PSO, yakni menjaga stabilitas harga tingkat produsen, menjaga stabilitas harga tingkat konsumen, menjaga stok pada jumlah tertentu untuk melakukan intervensi pasar pada saat dibutuhkan oleh pasar diantaranya dalam kondisi darurat, hari raya, dan lainnya.
Ditemukannya sekitar 8.000 liter minyak goreng kadaluwarsa di gudang Perum Bulog Labuan Bajo tentu menimbulkan kekhawatiran baru. Fokus publik selama ini hanya pada komoditas beras. Masih ada 11 komoditas lainnya yang "terabaikan." Bagaimana jika di luar sana masih banyak produk-produk kelolaan Perum Bulog lainnya yang kadaluwarsa, busuk, atau rusak dan tidak terdeteksi?