Mungkin ingin terbebas dari cap tukang impor, Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman mulai tahun 2016 lalu memutuskan untuk mengambil kebijakan populis. Menteri asal Bone, Sulawesi Selatan, tersebut menjadi pionir kebijakan ekspor bawang merah, untuk pertama kalinya sejak republik ini berdiri.
Pada Agustus 2018 lalu, contohnya, Indonesia mengekspor bawang merah ke Thailand dan Singapura sebanyak 9 kontainer (247,5 ton) dengan nilai mencapai US$436.500 atau setara dengan Rp4,7 miliar. Berikutnya pada akhir Maret 2019, Kementan mengumumkan adanya ekspor bawang merah sebanyak 70.000 ton ke enam negara, termasuk di dalamnya Thailand dan India.
Mentan mengklaim ekspor tersebut menunjukkan keberhasilan pemerintah dalam mewujudkan kedaulatan bawang merah.
Sebelumnya, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pada tahun pada 2014 lalu Indonesia masih mengimpor 74.903 ton bawang merah. Kemudian pada tahun 2015 impornya turun drastis menjadi 17.428 ton. Selanjutnya pada 2016 pemerintah telah menutup keran impor bawang merah.
Nah, mulai tahun 2017 Indonesia berhasil membalikkan keadaan dengan mulai mengekspor bawang merah ke beberapa negara tetangga. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menujukkan, angka ekspor bawang merah nasional pada 2017 mencapai 7.750 ton, naik 93,5% dibandingkan pada 2016 yang hanya 736 ton. Setahun kemudian, pada tahun 2018 Indonesia mampu mengekspor bawang merah sekitar 15 ribu ton.
Melihat data tersebut wajar jika kita berasumsi produksi bawang merah Indonesia sudah lebih dari cukup. Kita sudah mampu mencapai kedaulatan bawang merah.
Apa buktinya? Akhir pekan lalu BPS baru saja mengumumkan naiknya harga bawang merah karena stok dalam negeri kurang, telah menyebabkan inflasi.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan bawang merah memberikan andil sumbangan terhadap kenaikan inflasi tertinggi yakni 0,13% terhadap total inflasi (kenaikan harga mencapai 22,93%). Berikutnya bawang putih naik 35% dengan andil ke inflasi 0,09%. Berikutnya adalah cabai merah dengan andil 0,07%, telur ayam ras dan tomat sayur andilnya sebesar 0,02%.
Fakta tersebut sontak memunculkan pertanyaan. Jika stok bawang merah Indonesia banyak hingga bisa ekspor, mengapa harga bawang bisa naik hingga akhirnya turut berkontribusi besar terhadap inflasi?
Pengamat Ekonomi Fithra Faisal menilai kebijakan pemerintah untuk melakukan ekspor bawang merah di saat pasokan untuk kebutuhan dalam negeri masih kurang, sebagai cacat nalar. Apalagi jelang bulan Ramadan harga-harga kebutuhan pangan selalu berada dalam tren menanjak. Dikhawatirkan inflasi yang disebabkan harga bahan pangan tersebut akan meningkat lagi pada bulan Mei 2019 atau pada bulan Ramadan akibat permintaan yang meningkat.