Sekitar satu setengah tahun lalu, tepatnya bulan November 2017, sekelompok peneliti mengumumkan penemuan spesies baru orangutan di Sumatra Utara, yaitu orangutan Tapanuli.
Temuan baru dengan nama ilmiah Pongo Tapanuliensis atau orangutan Tapanuli dinobatkan sebagai spesies orangutan ketiga setelah Pongo Pygmaeus (orangutan Kalimantan) dan Pongo Abelii (orangutan Sumatera). Orangutan Tapanuli menjadi tambahan spesies baru di kelompok primata raksasa dalam kurun waktu satu abad terakhir.
Demonstrasi. Foto: merdeka.com
Kini, keberlangsungan hidup orangutan Tapanuli yang populasinya kurang dari 800 ini sedang terancam. Pasalnya, di kawasan hutan Batang Toru yan merupakan habitat orangutan Tapanuli bakal dibangun sebuah mega proyek PLTA Batang Toru berkapasitas  510 MW, yang ditargetkan rampung pada 2022 mendatang. Kontrak pembangunan PLTA diberikan kepada BUMN asal RRC, Sinohydro, dengan PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) sebagai pelaksana proyek. Kabarnya proyek ini didanai oleh Bank of China.
demonstran. Foto: istimewa
demonstran. Foto: istimewa
Para pakar mengatakan bendungan tersebut berpotensi besar membanjiri dan mengubah sebagian habitat. Kehadiran bendungan ini juga kemungkinan besar membuat langkah penting untuk memastikan kelestarian spesies ini, yakni menghubungkan kembali hutan yang terpisah-pisah yang menjadi habitat hewan primata tersebut, mustahil dilakukan.
Pamflet penolakan. Sumber: Istimewa
LSM Wahana
Lingkungan Hidup (Walhi) mengungkapkan, pengembangan pembangkit listrik tenaga air ini dinilai dapat berdampak mengurangi habitat mereka yang tersisa hingga 8%. Mereka terkonsentrasi di fragmen hutan kecil dengan luas sekitar 1.000 kilometer persegi di kabupaten Tapanuli Tengah, Utara, dan Selatan.
Jumlah orangutan tersebut kini ditaksir sebanyak 0,13 hingga 0,47 individu per kilometer persegi, menurun dari 0,45 hingga 0,76 individu per kilometer persegi.
orang-utan-walhi-5c7f6bfabde57531e40d4942.jpg
"Apabila dilanjutkan, proyek ini bisa dipastikan akan memusnahkan rimba terakhir Sumatra dan kekayaan ekosistem Batang Toru yang merupakan sumber mata pencaharian komunitas lokal dan rumah untuk beberapa flora fauna yang hampir punah," cuit mereka lewat akun Twitter @walhinasional pada 28 Februari 2019 lalu.
Gelombang seruan penolakan atas pembangunan proyek tersebut menggema dimana-mana, Â bahkan dari manca negara.
Sebanyak 25 ilmuan terkemuka dunia tergabung dalam Allliance of Leading Environmental Researchers and Thinkers (ALERT) mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo. Surat mereka kirim Selasa, (10/7/18) melalui Kantor Staf Presiden (KSP) di Jakarta.
Mereka mendesak Pemerintah Indonesia membatalkan pembangunan proyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Batang Toru karena dinilai pembangunan bakal mengancam spesies kera besar terlangka di dunia, orangutan Tapanuli.
William F Laurance, ahli ekologi tropis dari James Cook University Australia mengatakan, orangutan Tapanuli berbeda dengan orangutan Sumatera maupun Kalimantan. Ia memiliki karakteristik sangat khas. "Habitat terakhir mereka sudah sangat kecil sedang dihancurkan oleh pembukaan hutan ilegal, penebangan dan perburuan. Semua itu terjadi di sekitar jalan," tegasnya.
Lihat Nature Selengkapnya