(Resume dari “All Mixed Up? Instrumental and Emancipatory Learning Toward a More Sustainable World: Considerations for EE Policymakers”)
Pembangunan berkelanjutan telah menjadi isu yang utama baik di level lokal hingga internasional. Pemerintah Belanda menyadari bahwa Pendidikan Lingkungan (Environmental Education) dan Pembelajaran untuk Pembangunan Berkelanjutan (Learning for Sustainable Development) merupakan instrumen kebijakan yang komunikatif untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan kepada masyarakat. Akan tetapi hambatan yang ditemukan adalah kebijakan ini masih belum jelas ketika diturunkan dalam tataran praktis.
Dalam artikel ini terdapat beberapa hal yang akan diteliti:
- Bagaimana berbagai macam pendekatan EE berkontribusi untuk proses yang mengarah ke praktek-praktek baru yang lebih berkelanjutan dari pada mereka yang berupaya untuk mengubahnya? Bagaimana penggunaan pendekatan atau instrumen ini mampu diperkuat?
- Bagaimana bisa pembuat kebijakan EE menjadi lebih berkompeten dan efektif dalam menggunakan instrumen komunikatif dalam menggerakkan masyarakat menuju keberlanjutan?
- Apa peran pengetahuan di dalam pendekatan-pendekatan ini?
Proyek riset di dalam tulisan ini meneliti tiga pendekatan EE, yakni: yang didominasi instrumental, yang didominasi emansipatori, lalu campuran dari keduanya.
KOMUNIKASI DAN PENDIDIKAN LINGKUNGAN INSTRUMENTAL
Pendekatan instrumental berasumsi bahwa yang diinginkan dari aktivitas EE adalah diketahui, (kurang lebih) menyepakati, dan dapat dipengaruhi oleh intervensi yang dirancang dengan hati-hati. Berawal dari perumusan tujuan spesifik dalam hal perilaku yang disukai, dan menganggap kelompok sasaran sebagai pihak pasif. Terkait pendekatan ini terdapat model dari Ajzen dan Fishbein (1985) dalam Wals et all (2008: 56-57) yang menjelaskan beberapa poin penting yang tergantung pada hasil analisis perilaku dengan beberapa aspek intervensi (peningkatan kesadaran akan masalah, mempengaruhi norma sosial, sikap, meningkatkan kemampuan diri/ kendali diri atau kombinasi yang dirancang dengan hati-hati.
Pemerintah Belanda menggunakan aktivitas edukasional dan strategi komunikasi ini untuk mempengaruhi perilaku lingkungan masyarakat: kampanye kesadaran, iklan layanan masyarakat, pelabelan lingkungan dan skema sertifikasi, tapi juga program pendidikan lingkungan dan kegiatan yang telah ditetapkan dengan jelas tujuannya.
Tujuan dari pendekatan ini adalah agar semua strategi yang dilakukan dapat terukur dengan indikator yang mutakhir. Akan tetapi kritik yang muncul adalah bahwa pendekatan ini justru nampak sebagai doktrin dari pada pendidikan. Namun, argumen selanjutnya adalah bahwa pendekatan ini diakui karena masa depan planet (maksudnya adalah untuk perubahan yang luas) sudah dipertaruhkan.
PENDIDIKAN LINGKUNGAN EMANSIPATORIS
Pendekatan emansipatoris mencoba untuk melibatkan masyarakat di dalam dialog aktif, menetapkan tujuan, makna, dan rencana bersama dengan menentukan sendiri perubahan yang diinginkan. Proses pembelajaran sosial dilihat sebagai mekanisme yang paling sesuai untuk merealisasikan pendekatan ini. Ada beberapa unsur pendukung di dalamnya seperti pembangungan kapasitas, agensi, dan menciptakan ruang dan struktur yang mengakomodasi pembelajaran sosial.
Pemerintah Belanda dalam hal ini juga merumuskan kebijakan yang berusaha memberi ruang untuk beberapa stakeholder agar terlibat aktif. Tidak ada bentuk perilaku (outcome) yang diharuskan terjadi, namun lebih membuat masyarakat terlibat aktif dengan beberapa pilihan. Akan tetapi kelemahan dari pendekatan ini adalah indikator seperti apa yang digunakan.