Dalam karya tulis ini, penulis akan mencoba mengupas secara singkat mengenai penggunaan media oleh Greenpeace dalam kampanye lingkungannya. Sebagai sebuah organisasi non-pemerintah yang independen, menjadi menarik ketika kita melihat penggunaan media sebagai salah satu unsur yang mampu mendukung kegiatan lingkungan Greenpeace.
Hal yang akan disampaikan adalah tentang bagaimana Greenpeace menggunakan media dalam dinamika perubahan strategi kampanye lingkungannya. Sebagai tambahan, penulis akan sedikit menyinggung konteks Asia Tenggara sebagai fokus kerja Greenpeace yang cukup baru.
Sekilas Greenpeace Internasional dan Asia Tenggara
Greenpeace merupakan sebuah organisasi non pemerintah yang bergerak di bidang lingkungan dan perdamaian dunia secara independen. Di dalam websitenya, Greenpeace secara tegas menyatakan demikian; Greenpeace is an independent global campaigning organisation that acts to change attitudes and behaviour, to protect and conserve the environment and to promote peace.. (www.greenpeace.org/international/en/about/ 12 April 2016). Sampai sekarang Greenpeace ada di lebih dari 55 negara di Eropa, Amerika, Asia, Afrika dan negara-negara Pasifik. Agar tetap independen, Greenpeace tidak menerima donasi dari pemerintah atau korporasi tetapi dari kontribusi pendukung individual dan hibah.
Greenpeace mengawali aktivitasnya di Amerika sejak tahun 1970an. Namun pada perkembangan terakhir, Greenpeace sudah mulai mengambil fokus kerja di wilayah Asia Tenggara. Ada pandangan khusus dari mereka terkait dengan konteks Asia Tenggara.
Asia Tenggara merupakan posisi kunci untuk menentukan keamanan lingkungan global. Selama 30 tahun terakhir, Greenpeace telah sukses berkampanye di negara-negara industri untuk mengurangi dan menghapuskan polusi dan degradasi lingkungan. Tetapi, usaha-usaha dan capaian ini dapat dengan mudah diputarbalikkan pada saat perusahaan-perusahaan multinasional tersebut tetap mengekspor teknologi kotor yang mengakibatkan penurunan dampak lingkungan di wilayah ini.
Dengan demikian, setelah penjajakan bertahun-tahun dan berkampanye di negara-negara kunci, akhirnya Greenpeace berhasil membuka kantor di wilayah ini. Greenpeace Asia Tenggara sercara resmi didirikan pada tanggal 1 Maret, tahun 2000. Misi Greenpeace Asia Tenggara antara lain, “Melindungi hak-hak lingkungan, Mengekspos dan menghentikan kejahatan lingkungan, serta Mengedepankan pembangunan bersih.” (www.greenpeace.org/seasia/id/about/ 12 April 2016)
Lingkup Asia Tenggara yang menjadi perhatian khusus dari Greenpeace akan membawa implikasi pada strategi seperti apa yang akan dilakukan untuk menggerakkan aktivisme lingkungan masyarakat Asia Tenggara. Tentu, penggunaan media juga akan masuk di dalamnya. Sementara itu, penggunaan media khususnya media sosial oleh masyarakat Asia Tenggara, sebagai basis konsumen negara-negara industri, bisa dikatakan cukup besar.
Media sebagai Alat Pendukung Pembangkangan Sipil melalui Direct Action
Peran media di dalam gerakan lingkungan Greenpeace dapat dilacak dari perubahan strategi Greenpeace dari tahun 1970an hingga 1990an. Pada tahun 1970an hingga sebelum tahun 1990an, strategi yang diambil Greenpeace dalam gerakan lingkungannya adalah pembangkangan sipil. Rawl, dalam Susanto (2007), mengatakan bahwa pembangkangan sipil (civil disobedience) merupakan a public, non-violent and reliable act against the law, usually done with the intent to bring a change in the policies or law of the government.
Alasan utama dari pemilihan strategi ini adalah karena cara formal seperti pemilu, referendum, atau petisi dianggap tidak eksis untuk menghasilkan resolusi konflik, mengingat bahwa mereka percaya akan pentingnya perubahan sosial dan politik yang fundamental. Melalui pembangkangan sipil, mereka mengklaim bahwa aktivitas-aktivitas gerakan sosial akan sesuai dengan dasar dari pesan simbolis dan kontribusi untuk diskusi nasional atau internasional.