A. Nojeng----------------------Serasa baru kemarin perjumpaan kita dengan bulan yang suci ini, Ramadan yang lebih baik dari seribu bula akan segera kita tinggalkan. Detik-detik perpisahan kita dengan ramadan makin terasa, banyak manusia yang memperingatinya dengan berbagai ritual. Ada yang Iktikaf, ada yang hanya sekadar menyelenggarakan Qiyamullail atau salat malam sebagai upaya dan usaha mendapatkan rida Allah Swt. Di sudut-sudut kota, akhir-akhir Ramadan di tandai dengan sesaknya tempat perbelanjaan, ini juga sebagai bentuk persiapan menyambut datangnya hari kemenangan 1 syawal yang selalu diidentikkan dengan hal-hal yang baru, di antaranya pakaian baru.
Di kampung-kampung, alat-alat dapur telah dipersiapkan oleh ibu-ibu untuk memasak berbagai makanan yang akan terhidang di atas meja setelah kembali dari masjid atau lapangan melaksanakan salat Idul Fitri. Kebanyakan umat islam menganggap bahwa lebaran tanpa ketupat dan opor ayam kurang syahdu. Lagi-lagi, semua bergembira, bersuka cita menyambut datangnya malam lebaran.
Malam lebaran identik dengan kebahagiaan. Berbeda dengan peristiwa yang ingin digambarkan oleh Situr Situmorang dalam puisinya yang berjudul;
MALAM LEBARAN
---------------------------------
BULAN DI ATAS KUBURAN.
Ketika kita membaca puisi tersebut, maka akan dianggap biasa saja, ataukah malah ada yang bertanya. Mengapa ketika malam lebaran ada bulan di atas kuburan?
Memang, kehebatan seorang penyair dalam berimajinasi melebihi dari apa yang kita bayangkan. Â
Penulis berusaha melakukan analisis terhadap puisi yang di tulis oleh bang Situr Situmorang.
Pada malam lebaran terjadi pergantian bulan, dari Ramadan ke Syawal. Inilah yang diwakili oleh kata bulan. Sedangkan, di atas kuburan adalah perwakilan dari peristiwa tragis saat takbir bersahutan menyambut datangnya hari kemenangan. Anak-anak yang masih utuh keluarganya akan bermain bahkan berlarian kesana kemari dengan gembira, pemudik bersuka cita dengan keluarganya setelah beberapa bulan terpisah di kampungnya orang. Pada tempat lain, ada anak yang tak menikmati malam lebaran bersama orang tuanya karena mereka lebih dulu menghadap pencipta, ada orang tua yang berderai air mata karena anaknya tak kunjung pulang, ada istri yang merana karena suaminya pergi dengan wanita yang lain, ada ibu dan anak yang harus mengelus dada karena tidak bisa menikmati ketupat dan opor ayam. Kuburan melambangkan kedukaan, kuburan mewakili ratusan bahkan ribuan hati yang disergap kesedihan ketika malam lebaran tiba. ADA BULAN DI ATAS KUBURAN. Inilah yang di maksud oleh Riffaterre tanda-tanda dari tingkat mimetik ke tingkat pemaknaan yang lebih tinggi.Semoga malam lebaran tahun ini, masih sama dengan malam-malam lebaran yang telah berlalu, malam yang membahagiakan.
Selamat menyambut lebaran
Selamat bersuka cita
Selamat berkumpul dengan keluarga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H