Mohon tunggu...
Novfriantoro Hs
Novfriantoro Hs Mohon Tunggu... Foto/Videografer - CALON ORANG SUKSES

HIDUP SAYA ADALAH TANTANGAN HIDUP SAYA II SAYA BUKAN PENULIS AHLI, LEBIH AHLI PATAH HATI KARENA TERLALU BANYAK BERHARAP. HAHAHAHA

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sejarah nama Pesayangan, Tempat Pengrajin Gerabah Kuningan yang Mulai Punah

7 Agustus 2024   08:23 Diperbarui: 7 Agustus 2024   08:26 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Purbalingga - Nama tempat seringkali mengandung banyak makna, baik tersirat maupun tersurat. Tak berbeda dengan sebuah nama tempat di Kelurahan Purbalingga lor di daerah Purbalingga yang disebut "Pesayangan". Sekilas nama itu terdengar seperti  ungkapan cinta, kasih dan sejenisnya. Namun, lebih dari pada itu, nama pesayangan memiliki arti  lebih dalam yang bermakna sebagai mata pencaharian. "Sayang" adalah orang yang pekerjaannya membuat barang dari tembaga.

Mata pencaharian itu menjadi yang utama kala itu. Tidak hanya para pria, tetapi wanita turut menjajakan barang yang bahan bakunya dari tembaga. Gerabah-gerabah itu tidak hanya digelar di toko-toko sederhana khas jaman dahulu, tetapi juga dijajakan ke daerah-daerah lain dengan dokar atau delman kala itu. Kemudian, nama itu turut menyebar dari mulut ke mulut, dari tembaga yang dijajakan, dikenal dengan "Pesayangan".

Pada tanggal 2 Agustus 2024, saya mendatangi salah seorang warga yang namanya tak ingin disebutkan. Ia adalah seorang warga asli Pesayangan. Ketika di tanya, dirinya tak tahu sejak kapan pastinya, yang jelas kala itu, ibunya merupakan salah satu penjual "sayang" atau gerabah.

Ibunya adalah seorang janda yang tinggal di Pesayangan saat usianya masih muda dan tinggal bersama 8 anaknya. Kala itu pekerjaan yang paling mudah adalah menjual gerabah hasil tangan daerah pesayangan. Namun, yang ia tahu bahwa mata pencaharian ini telah ada sejak dahulu,

sebelum ibunya berjualan. Diketahui penjualan gerabah-gerabah itu mulai meluas hingga ke berbagai desa-desa diluar wilayah Pesayangan, meskipun akses kendaraan tak semudah sekarang. Namun, pada saat itu terdapat dokar-dokar yang bisa mengantarkan pesanan sampai tujuan.

Sayangnya, lambat laun gerabah-gerabah itu mulai mati dimakan usia, generasi-generasi yang lahir enggan melanjutkan profesi sebagai penjual "sayang" sehingga penjualnya hanya bisa dihitung dengan hitungan jari.

 Saat ini masyarakatnya mayoritas beralih profesi menjadi seorang pengrajin knalpot yang mana dinilai lebih menjanjikan dibandingkan dengan berjualan gerabah tembaga. Bahkan, pesayangan kini lebih dikenal sebagai tempat dengan pengrajin knalpot, dibandingkan dengan pengrajin "sayang" itu sendiri. Oleh karena itu, banyak sekali yang merasa tabu dengan sejarah desa pesayangan itu sendiri.(Reta)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun