Sipuisi manis
Lama tak jumpa dengan kata yang kita sebut penghangat lara relai senja tak kesampaian tersentuh tatap.
Temu kangen kita tentunya rongsokkan imaji tersentuh aminnya Tuhan.
Kulihat senyummu mengekalkan rindu yang terlipat kelumitnya dandan malam. Akupun hanya kelebat bayang hitam tertambat sendiri direlung senyummu yang terlukis sungkawa dan suka kita.
Aku menulis pada kertas hitam bernas.
Tentu tak perlu menikam kepalamu pada tafsir untuk paham..
Cukup dengan degup dan gugup tatapmu..
Kau pahami pesanku yang bak pasir dipante tempat kita dulu..
Belajar mengeja rasa yang berpoles sakit dan senyum.
Malam inipun ada angan yang tentu mengembara
Menyinggahi tiap persimpangan
Sejenak menyeduh tuak mengusir sesak.
Lalu berlalu dengan bekas tatap tentang kisah yang habis dirajut dan disimpan dalam kotak tempat kenangan seperti peri selalu indah dilukiskan..meskipun tak pernah ditemukan wajah jelitanya dengan tatap yang nyata.
Namun indah mengecap hadirnya..
Biarlah berlalu jika itu yang terjadi.
Cukup dengan memungut bayangnya.
Dengan begitu ..
Kita masih memiliki kesempatan untuk menulis diary kita..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H