Daulah Fathimiyah yang berdiri pada 297 H/909 M sampai dengan tahun 1171 M. Pada mulanya berpusat di Tunisia, Afrika Utara, lalu memindahkan pusat kekuasaan ke Kairo, Mesir. Dinasti ini berpaham Syi'ah Ismailiyah, dengan dasar konsesi pengakuan keturunan Nabi lewat Fatimah binti Muhammad dan Ali bin Abi Thalib dari Ismail anak Ja'far Ash-Shadiq, keturunan ke-6 dari Ali bin Abi Thalib.
Walaupun berpaham Syi'ah, golongan Islam Sunni tetap hidup tentram dan melakukan aktivitas dengan bebas, Syi'ah dan Sunni hidup berdampingan. Meskipun yang kita tahu, pemahaman akidah islam antara keduanya sangat bertentangan.Â
Pada masa kepemimpinannya, Dinasti Fathimiyah memberikan sumbangsih terhadap kemajuan Islam, terkhusus di bidang pendidikan. Dalam bidang pendidikan, perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Fatimiyah mencakup beberapa bidang ilmu diantaranya, ilmu agama, Bahasa dan Sastra, juga ilmu eksakta.
Ilmu eksakta sendiri ialah ilmu yang lebih merujuk ke pembelajaran berhitung atau ilmu pasti, seperti matematika, kimia, falak, filsafat, pengetahuan alam, kedokteran, sejarah dan ilmu-ilmu lainnya.Â
Sehubungan dengan hal tersebut, Universitas al-Azhar ialah lembaga pendidikan tinggi, sekaligus menjadi bukti sejarah peradaban Dinasti Fathimiyah dalam pengembangan pendidikan, dan sampai sekarang menjadi ka'batul 'ilm/qiblatul 'ilm (kiblat keilmuan) yang banyak melahirkan ulama-ulama hebat.Â
Namun sebelum dikenal menjadi Universitas, al-Azhar dulunya merupakan masjid yang diperuntukkan sebagai pusat kegiatan agamis, salah satunya dijadikan sebagai pusat penyebaran paham Syi'ah.Â
Masjid al-Azhar dibangun bersamaan ketika masuknya Dinasti Fathimiyah di Kairo, Mesir. Menghabiskan waktu pembangunan kurang lebih 2 tahun, serta dilaunching oleh Jauhar al Shaqali (panglima perang Dinasti Fathimiyah) dengan dilaksanakannya shalat Jum'at pada 7 ramadhan 361 H/ 21 juni 972 M.
Selain itu, al-Azhar tak melulu unggul dalam bidang keagamaaan, tetapi juga politik, dan sosial. Terbukti ketika para imperialis datang memasuki wilayah imperium islam, terlebih di Mesir, ulama-ulama al-Azhar maju di barisan terdepan melawan kaum kolonialis. Bahkan masjid al-Azhar menjadi tempat bersatu padu para pasukan sebelum pergi berperang.
Sampai pada berakhirnya kekuasaan Dinasti Fathimiyyah pada masa Khalifah al-'Aidhid Lidinillah. Khalifah wafat di tahun 567 H/1171 M. Wazir dari Al-'Adhid, Shalahuddin Al-Ayyubi, naik sebagai pengganti dan menduduki posisi tertinggi. Dengan perubahan tampuk kekuasaan tersebut, berakhirlah pemerintahan Dinasti Fathimiyyah, dan Mesir berganti dibawah kekuasaan Dinasti Ayyubiyyah.
Pada masa kepemimpinan Shalahuddin, ajaran Syi'ah dihapus dan diganti dengan paham islam Sunni Syafi'i. Salah satu keberhasilannya menghapus ajaran Syi'ah yakni, berlakunya pelarangan mendirikan 2 shalat Jumat di 2 masjid dalam satu kota, sehingga shalat Jumat di masjid Al-Azhar ditiadakan dan hanya dilaksanakan di masjid Al-Hakim bi Amrillah (El-Gamaliya, Kairo, Mesir).Â
Seusai meniadakan shalat Jum'at di masjid al-Azhar, Shalahuddin membangun lembaga pendidikan Ayyubiyyah sebagai pengganti masjid al-Azhar yang diharapkan menjadi pusat pengajaran paham Sunni. Walau begitu, masjid al-Azhar tetap difungsikan sebagai tempat belajar mengajar oleh para ulama lainnya.