Mohon tunggu...
Noviana Rahmadani
Noviana Rahmadani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Bandung

Perjuangan Mia Pulihkan Trauma Sexual Abusement

9 Januari 2024   23:16 Diperbarui: 17 Januari 2024   02:41 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bandung. Sumber ilustrasi: via KOMPAS.com/Rio Kuswandi

Mia adalah korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh kerabat dekatnya sendiri. Tak seperti teman seusianya, Mia harus mengalami kenyataan pahit yang tidak terduga. Di usia 13 tahun malangnya nasib gadis tersebut. Relawan Rumah Teduh menemukan Mia dalam keadaan mengandung dengan usia kandungan 7 bulan. Menilik kebelakang bahwa tanggal 2 Oktober 2020 Mia merasakan kesakitan yang hebat pada kandungannya sehinggga relawan mesti merelakan jam tidur untuk mengawasinya hingga subuh. Saya tidak bisa membayangkan beban berat yang dipikul Mia, di kala anak-anak lain seumurannya masih sibuk dengan kegiatan belajar dan bermain sayangnya hal ini tidak sepenuhnya dirasakan Mia. Senyuman di wajah Mia kian hari kian memudar, ia masih mencerna atas apa yang menimpanya. Kenapa ini mesti terjadi pada gadis malang itu?

Menilik beberapa tahun ke belakang Mia mengalami trauma, amnesia berat hingga depresi. Meskipun demikian, nalurinya sebagai seorang ibu tidak pudar. Bayi yang dihirkannya itu lahir dalam keadaan prematur dan memerlukan perawatan NCU. Pasca kelahiran, Mia memasuki ruangan NCU untuk melihat kondisi anaknya. Meski menurut kesaksian Mia tampak kebingungan dan merasa tegang, melalui keteguhan hatinya ia memeluk dengan hangat bayinya yang diberi nama Alana Teduh Anisa.  

Pasca kelahiran dan seiring bertumbuh kembangnya Alana, Mia harus terus berjuang memulihkan trauma akibat sexual abusement yang dialaminya. Teriakannya, jeritannya, air matanya tak seorang pun bisa memahami betapa beratnya beban yang dipikul oleh Mia. Beruntunglah Mia kini dikelilingi oleh orang-orang baik di Yayasan Rumah Teduh Sahabat Iin.

Luka traumatik sexual abusement yang begitu dalam membuat Mia tidak bisa untuk mengontrol emosi. Ketika Mia memasuki periode haid, emosinya cenderung meledak-ledak dan tentunya perlu pendekatan khusus agar kondisi Mia dapat jauh lebih baik. Relawan Rumah Teduh dengan telaten merawat Mia sepenuh hati yang harapannya agar Mia segera pulih. Setiap harinya Mia selalu tantrum namun segala bentuk pengobatan terus disokong. Tim Mental Caregiver berupaya yang terbaik demi kepulihan Mia.

Kondisi Mia cenderung belum stabil, Mia yang mengalami trauma abusement tanpa sadar telah meluapkan emosinya melalui teriakan bahkan hingga mengeluarkan kata-kata kasar yang pada dasarnya kurang pantas. Selain itu, perlu diingat bahwa pasien mental illness harus dijauhkan dari benda-benda tajam seperti pisau, cutter dll. Tidak boleh lengah sedikit pun dan harus dipantau dengan serius sebab mereka memiliki emosi yang tidak terkendali. Ketika sedang bermain dan gembira, bisa tiba-tiba mengamuk dan mencari “lawan” sehingga diperlukan perhatian khusus dan tidak sembarangan.

Ada suatu masa pasien terpaksa harus dibedong. Pasien sexual abusement cenderung memiliki tenaga yang sangat besar. Sebagai langkah pencegahan agar pasien tidak melukai dirinya atau bahkan orang lain sehingga tindakan ini mesti dilakukan. Biasanya setelah dibedong, tidak lama kemudian pasien akan kembali sadar.

Setiap hari air mata kerap membasahi wajah Mia. Tentu tidak mudah baginya untuk membangun kepercayaan kepada orang lain setelah melihat apa yang dialaminya. Relawan Rumah Teduh dengan sabar berusaha mendidik Mia agar jadi mandiri. Seiring berjalannya waktu akhirnya  Mia mulai mau dan terbiasa untuk mengerjakan pekerjaan rumah seperti mencuci bajunya sendiri.

Mia bisa dibilang tidak seberuntung orang lain, ketika masa kecilnya kehilangan figur ayah yang seharusnya membesarkan dan melindunginya malah menjadi korban sexual abusement dari keluarga terdekatnya. Relawan Rumah Teduh berusaha merawat dan terus mendampingi agar mereka tetap tidak merasa sendiri dan merasa ada sosok laki-laki dalam hidupnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bandung Selengkapnya
Lihat Bandung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun