Amputasi
Laki-laki itu pergi ke makam di dekat rumahnya. Dia tak membawa bunga tabur seperti layaknya bila orang datang ke suatu makam. Memang kedatangan laki-laki ke makam itu bukan untuk berziarah kubur juga bukan untuk mengingat kematian. Di depan gundukan tanah dia menatap kosong. Tanah merah yang masih basah.
“Bukan Fulan atau Fulanah yang berada di dalam liang ini, melainkan sepotong kakiku.”
Laki-laki itu meneteskan air mata. Kedua anaknya yang berada di sampingnya memegang tangan kiri dan kanannya. Kedua anaknya ikut terisak.
00000
Akhirnya laki-laki itu dan keluarganya menyetujui tindakan amputasi. Berat rasanya kehilangan satu kaki setelah beberapa hari mencoba untuk dipertahankan.
Akan tetapi kehilangan satu kaki akan lebih baik daripada mempertahankan satu kaki yang sudah remuk dan tak bisa kembali. Menimbulkan bau busuk, cairan, dan akhirnya kakinya tak berfungsi.
Laki-laki itu kini berada di atas kursi roda. Sesekali menggunakan bantuan kruk untuk membantunya berjalan. Laki-laki itu dapat beraktifitas lagi meski dengan satu kaki. (Selesai)
Karanganyar, 12 Agustus 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H