Orang tua zaman dahulu mendidik anak dengan sepenuh hati tanpa memaksa anak-anaknya menjadi seperti mereka. Justeru mereka berusaha keras agar anak-anaknya tidak seperti mereka. Maaf, misalnya: bapaknya berprofesi sebagai tukang becak, maka anaknya tidak boleh menjadi tukang becak. Misalnya Ibunya hanya berdagang kecil-kecilan, maka anaknya tidak boleh mengikuti jejaknya.
Orang tua hanya membimbing, mencarikan biaya untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Jarang orang tua yang terlibat langsung dalam menyelesaikan tugas-tugas anak-anaknya. Bahkan mungkin tugas anak-anaknya, orang tua tidak tahu-menahu sama sekali. Dalam hal ini untuk anak yang sudah dewasa.
Orang tua yang memiliki putra/putri yang sudah menjadi mahasiswa, tidak pernah khawatir anak-anaknya nanti akan bagaimana. Mereka sudah yakin kalau anaknya bisa menyelesaikan tugas atau masalahnya secara mandiri (ada sedikit, hanya sedikit bantuan).
Akan tetapi orang tua zaman sekarang, tentang tugas anak-anaknya terlalu cemas. Anaknya belum maju berusaha, orang tua sudah menyodorkan bantuan. Anak-anak belum bertempur, orang tua sudah siap menyediakan obat-obatan yang diperlukan. Sebagian anak menjadi tidak mandiri dengan perlakukan orang tuanya.
Kalau anak-anak tidak mau memenuhi permintaan orang tua (cita-cita), orang tua gampang sakit hati, mudah terluka lantas mengatakan anaknya tidak penurut. Stop, jangan lakukan sesuatu yang membuat anak-anak menjadi sangat tergantung pada orang tua. Anak-anak memiliki cita-cita, setiap anak unik dan istimewa, setiap anak memiliki hak untuk mengembangkan diri.
Mereka tidak sama dengan orang tuanya. Mereka bisa saja berbeda jauh dari orang tua. Tugas orang tua membimbing. Kalau anak bisa mandiri, tanggung jawab terhadap agamanya tidak diragukan lagi, lantas buat apa kita khawatir. Kalau pemikiran orang tua sejalan dengan anak, okey baguslah. Akan tetapi kalau tidak sejalan, hargailah kemampuan mereka.
Kalau anak-anak memiliki kemampuan (kepandaian) yang pas-pasan, jangan paksa mereka (harus) menjadi seperti orang tua. Setiap anak memiliki kelebihan, maka kenali dan gali potensi anak. Jangan sampai orang tua sibuk "memaksa" anak lantas menjadi lupa bahwa ada potensi besar yang tersimpan dalam diri anak.
Pada tiap segenggam pasir di tempat penambangan emas, maka akan ada kilauan emas  yang mesti kita ambil
 Semoga bermanfaat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H