Mohon tunggu...
Noer Ima Kaltsum
Noer Ima Kaltsum Mohon Tunggu... Guru - Guru Privat

Ibu dari dua anak dan suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Estafet Tunas Kelapa, Lingkungan Tetap Bersih

11 September 2016   22:31 Diperbarui: 11 September 2016   23:00 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Estafet Tunas Kelapa, Lingkungan Tetap Bersih

Saya sering mengerjakan sesuatu untuk dicontoh. Istilahnya adalah mengajak. Kegiatan mengajak adalah kegiatan yang kita lakukan untuk ditiru orang lain. Saya cenderung tidak memerintah. Kepada anak-anak dan suami, saya juga tak mau menyuruh.

Mungkin saya sudah berulang-ulang menuliskan tentang kebaikan membuang sampah pada tempatnya dan dipilah-pilah terlebih dahulu. Sampah dipilah dan dikelompokkan menjadi sampah organic dan non organic.

Kalau yang organic, bila masih memungkinkan maka ini jatahnya ayam-ayam Thole. Sedangkan yang non organic saya kelompokkan ke dalam plastic, kertas dan bukan plastic-kertas. Tentu saja yang tak bisa saya manfaatkan lagi, saya buang di tempat sampah akhir. Yang masih bisa dimanfaatkan, biasanya saya kumpulkan. Bukan saya bawa ke bank sampah, melainkan saya tawarkan kepada pemulung yang biasa lewat. Biarlah mereka memanfaatkan barang yang sudah tak saya pakai lagi.

Sumber Foto: Dokumen Pribadi
Sumber Foto: Dokumen Pribadi
Semua itu saya lakukan bila berada di rumah. Kalau di tempat lain/tempat umum, paling tidak saya hanya akan membuang sampah di tempat yang telah disediakan. Bila tak ada tempat sampah, sampah akan saya bawa pulang. Kebiasaan ini ternyata diikuti kedua anak saya.

Hari Rabu, 7 September 2016 di Karanganyar ada kegiatan yang menyita perhatian banyak orang. Baik dunia pendidikan maupun non pendidikan. Ya, ada Estafet Tunas Kelapa  (ETK) yang merupakan Gerakan Pramuka yang diselenggarakan tiap tahun. Jadi ini merupakan rutinitas.

Dua hari sebelumnya di sekolah diadakan diskusi untuk menyambut ETK. Ada beberapa guru yang bertugas untuk memberikan air mineral buat peserta ETK. Ada yang lucu, yakni usul seorang teman untuk peserta yang telah minum air untuk membuang kemasan plastic di pinggir jalan. Saya langsung protes.

“Saya tidak setuju. Sebaiknya dari kita dibagi, ada yang menyerahkan air mineral dan ada yang mengumpulkan kemasan plastic, lalu dimasukkan ke dalam kantong plastic. Atau biarlah wadah yang sudah kosong dimasukkan ke dalam kantong celana peserta ETK.”

Akhirnya disepakati, sebagian guru mengumpulkan wadah plastic dari peserta ETK dan dimasukkan dalam kantong plastic. Inilah perilaku cinta lingkungan. Cinta lingkungan sebagian dari Iman.

Setelah berada di lapangan, ternyata sebagian anggota Pramuka sebagai relawan mengumpulkan botol bekas, wadah plastic yang digunakan peserta ETK. Cinta lingkungan, membuang sampah pada tempatnya adalah gaya hidup. Gaya hidup sehat mulai dari diri sendiri. (SELESAI)

Karanganyar, 11 September 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun