Mohon tunggu...
Hilman I.N
Hilman I.N Mohon Tunggu... Administrasi - ASN

orang bodoh yang tak kunjung pandai - KH Mustofa Bisri

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Matematika: Olahraga Otak yang Membentuk Pola Pikir dan Daya Tahan Mental

5 Februari 2025   06:00 Diperbarui: 4 Februari 2025   23:09 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi sebagian orang, matematika adalah momok yang menakutkan. Angka-angka yang rumit, rumus-rumus yang tampak tidak masuk akal, serta logika yang menuntut ketepatan sering kali membuat seseorang merasa frustrasi. Namun, di balik kompleksitasnya, matematika menawarkan sesuatu yang jauh lebih besar daripada sekadar keterampilan berhitung: ia adalah olahraga untuk otak.

Danica McKellar, seorang aktris sekaligus matematikawan, menyebut belajar matematika sebagai "gym untuk otak." Pernyataan ini bukan sekadar metafora kosong. Sama seperti tubuh yang membutuhkan olahraga untuk tetap sehat dan kuat, otak pun memerlukan tantangan intelektual agar tetap tajam. Matematika menawarkan latihan itu dengan cara yang unik, membentuk pola pikir analitis, meningkatkan daya tahan mental, dan bahkan memperkuat keterampilan sosial serta emosional.

Ketika seseorang belajar matematika, ia sebenarnya sedang melatih otaknya untuk berpikir secara sistematis dan logis. Sebuah penelitian dalam ilmu kognitif menunjukkan bahwa aktivitas yang menuntut analisis, seperti menyelesaikan soal matematika, mengaktifkan berbagai area di otak yang bertanggung jawab atas pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Dengan kata lain, semakin sering seseorang berlatih matematika, semakin kuat pula kemampuan berpikir kritis dan strategisnya. Ini bukan hanya berguna di dalam kelas, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari, di mana kita terus-menerus dihadapkan pada situasi yang membutuhkan pertimbangan matang.

Tidak hanya itu, matematika juga memperkuat daya ingat. Saat seorang anak menghafal tabel perkalian atau memahami algoritma dalam aljabar, ia melatih otaknya untuk menyimpan dan mengolah informasi dengan lebih efisien. Hal ini sejalan dengan teori kognitif yang menyatakan bahwa proses berpikir berbasis logika membantu membangun jalur saraf yang lebih kuat dalam otak, meningkatkan kapasitas memorinya. Bahkan, dalam jangka panjang, aktivitas mental seperti ini dikaitkan dengan penurunan risiko gangguan kognitif seperti demensia.

Menariknya, manfaat matematika tidak hanya terbatas pada aspek intelektual, tetapi juga emosional. Penelitian dalam bidang psikologi pendidikan menunjukkan bahwa keberhasilan dalam menyelesaikan soal matematika dapat meningkatkan rasa percaya diri dan ketahanan mental seseorang. Setiap kali seseorang berhasil menemukan solusi atas masalah yang tampak sulit, ia membangun kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri. Ini menciptakan pola pikir "growth mindset," sebuah konsep yang diperkenalkan oleh psikolog Carol Dweck, yang menekankan bahwa kecerdasan bukan sesuatu yang tetap, melainkan dapat dikembangkan melalui usaha dan ketekunan.

Di sisi lain, matematika juga melatih kemampuan seseorang dalam menghadapi kegagalan. Tidak jarang seseorang mengalami kebuntuan saat mengerjakan soal matematika yang sulit. Namun, justru dalam proses mencoba, gagal, lalu mencoba lagi itulah ketahanan mental terbentuk. Sikap pantang menyerah ini sangat berharga dalam kehidupan nyata, di mana kesuksesan sering kali membutuhkan kerja keras dan ketahanan dalam menghadapi rintangan.

Sebagai contoh, pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa orang yang suka matematika sering kali sabar? Itu karena mereka sudah terbiasa menghadapi masalah yang butuh waktu untuk diselesaikan. Lagipula, kalau Anda bisa menghabiskan waktu berjam-jam mencari tahu kenapa X dalam persamaan selalu menghilang, maka menunggu balasan chat dari seseorang jadi tidak terlalu mengkhawatirkan, bukan?

Selain manfaat personal, matematika juga memainkan peran penting dalam kehidupan sosial. Banyak aspek kehidupan modern, mulai dari keuangan pribadi hingga teknologi, bergantung pada pemahaman matematika. Bahkan dalam pengambilan keputusan sehari-hari, seperti menilai peluang dalam investasi atau memahami pola dalam data, keterampilan matematika dapat membantu seseorang membuat pilihan yang lebih baik.

Namun, ada satu hal lain yang sering kali terlupakan: matematika juga memiliki unsur seni. Banyak matematikawan melihat matematika sebagai keindahan dalam pola dan struktur. Dari simetri dalam geometri hingga deret angka yang mencerminkan keindahan alam, matematika menawarkan cara untuk memahami dunia dengan lebih mendalam. Inilah sebabnya mengapa banyak ilmuwan, insinyur, bahkan seniman, menggunakan prinsip-prinsip matematika dalam karya mereka.

Meski begitu, tidak bisa dimungkiri bahwa banyak orang merasa terintimidasi oleh matematika. Rasa takut ini sering kali berasal dari pengalaman belajar yang kurang menyenangkan, di mana matematika diajarkan sebagai kumpulan rumus tanpa konteks. Padahal, pendekatan yang lebih interaktif dan aplikatif bisa membuat matematika lebih menarik. Buku-buku yang ditulis oleh Danica McKellar, misalnya, bertujuan untuk membantu anak-anak dan remaja, terutama perempuan, agar lebih percaya diri dalam belajar matematika. Dengan cara yang lebih santai dan relatable, ia menunjukkan bahwa matematika bukanlah sesuatu yang harus ditakuti, melainkan bisa dinikmati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun