Mohon tunggu...
Hilman I.N
Hilman I.N Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Negeri

orang bodoh yang tak kunjung pandai - KH Mustofa Bisri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gong Xi Fa Cai: Benarkah Orang Cina Terobsesi dengan Kekayaan?

30 Januari 2025   23:11 Diperbarui: 30 Januari 2025   23:14 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://jatim.tribunnews.com/2023/01/21/4-shio-hoki-kaya-raya-jelang-imlek-2023-siap-bagi-bagi-angpau-tebal-di-perayaan-tahun-kelinci-air

Di setiap Tahun Baru Imlek, doa dan harapan yang sering terdengar adalah "Gong Xi Fa Cai", selamat dan semoga makmur. Apakah ini tanda bahwa budaya Cina benar-benar menjadikan kekayaan sebagai tujuan utama hidup?

Jika ada satu hal yang selalu menarik perhatian di setiap perayaan Tahun Baru Imlek, itu adalah amplop merah berisi uang, atau yang lebih dikenal sebagai angpao. Tradisi ini begitu kuat hingga anak-anak dengan mata berbinar berlomba-lomba mengucapkan "Gong Xi Fa Cai" kepada para tetua, berharap mendapatkan angpao tebal. Namun, apakah ini berarti orang Cina terobsesi dengan uang?

Kekayaan, dalam pandangan budaya Cina, bukan sekadar akumulasi materi. Dalam filsafat Konfusianisme, keberhasilan finansial adalah cerminan dari kerja keras, keharmonisan keluarga, dan kebijaksanaan dalam mengelola sumber daya. Uang bukanlah tujuan, melainkan sarana untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Oleh karena itu, ketika seseorang mengucapkan "Gong Xi Fa Cai," maknanya lebih dalam dari sekadar berharap teman atau keluarga menjadi kaya, tetapi juga mendoakan keberkahan, kesejahteraan, dan kemakmuran yang lestari.

Namun, tak bisa dipungkiri bahwa sejarah panjang bangsa Cina membentuk cara pandang mereka terhadap kekayaan. Selama berabad-abad, masyarakat Tionghoa mengalami berbagai tantangan, mulai dari perang, kelaparan, hingga diskriminasi di tanah rantau. Dalam kondisi yang sulit, kemampuan bertahan hidup menjadi kunci, dan cara terbaik untuk melakukannya adalah dengan mengelola uang secara cermat. Inilah mengapa komunitas Cina sering diasosiasikan dengan kecerdasan bisnis dan ketekunan dalam meraih kemakmuran.

Di dunia modern, persepsi ini semakin kuat. Data menunjukkan bahwa banyak orang keturunan Cina sukses dalam dunia bisnis dan keuangan. Dari Singapura hingga Amerika Serikat, mereka kerap dikenal sebagai pebisnis ulung dengan jaringan ekonomi yang luas. Stereotip ini bisa jadi benar dalam beberapa kasus, tetapi menggeneralisasi seluruh populasi tentu tidak tepat. Tidak semua orang Cina hidup dengan prinsip "uang adalah segalanya." Ada banyak yang mengejar ilmu, seni, atau bahkan memilih hidup sederhana tanpa ambisi finansial yang berlebihan.

Meski demikian, obsesi terhadap kekayaan bukanlah sesuatu yang eksklusif bagi budaya Cina. Dunia modern saat ini, dengan kapitalisme yang merajalela, juga membentuk pola pikir bahwa kesuksesan sering diukur dari saldo rekening dan aset yang dimiliki. Kita semua, tanpa memandang latar belakang budaya, pada titik tertentu merasakan tekanan sosial untuk memiliki kehidupan yang lebih makmur.

Lalu, bagaimana kita seharusnya melihat hubungan antara budaya Cina dan uang? Mungkin jawabannya ada di filosofi yin dan yang. Seperti keseimbangan dalam kehidupan, pandangan terhadap kekayaan pun harus berada di titik tengah. Uang memang penting, tetapi bukan segalanya. Kekayaan yang sejati bukan hanya angka dalam rekening, tetapi juga hubungan yang harmonis, kebijaksanaan dalam mengelola hidup, dan kebahagiaan yang tidak tergantung pada materi.

Jadi, ketika Anda mendengar "Gong Xi Fa Cai" tahun ini, jangan buru-buru menganggapnya sebagai seruan untuk menjadi kaya raya. Anggap saja itu sebagai doa agar hidup Anda lebih sejahtera, dalam segala aspek, bukan hanya soal uang. Dan kalau ada yang memberi angpao? Ya, anggap saja itu sebagai bonus manis dari doa yang baik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun