Mohon tunggu...
Hilman I.N
Hilman I.N Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Negeri

Penyuka film, sains dan teknologi, sejarah, dan filsafat. Film memberi saya perspektif baru, sains teknologi menarik karena perkembangannya, sejarah membantu memahami perjalanan manusia, dan filsafat mengasah pemikiran mendalam.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Pagar Laut 30 Kilometer: Benteng Fantasi di Pantai Utara

23 Januari 2025   05:57 Diperbarui: 23 Januari 2025   08:13 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://nasional.kontan.co.id/news/siapa-pemasang-pagar-laut-di-tangerang-pemerintah-masih-cari-dalangnya

Jika ada penghargaan untuk inovasi paling kreatif tapi paling salah alamat, pagar laut sepanjang 30 kilometer di Pantai Utara Jawa layak menang dengan gemilang. Proyek ini digembar-gemborkan sebagai upaya mencegah abrasi dan tsunami, meskipun tsunami di Pantura ibarat menunggu salju turun di gurun. Namun, siapa yang peduli? Realitas sering kali kalah seru dibanding imajinasi.

Menurut narasi resmi, pagar ini adalah buah karya nelayan setempat, para penjaga pantai sejati yang konon menghabiskan waktu di sela-sela mencari ikan untuk mendirikan benteng laut. Namun, seperti tokoh dalam cerita rakyat, siapa "nelayan" yang dimaksud masih menjadi misteri. Jaringan Rakyat Pantura mengklaim bahwa inisiatif ini murni dari masyarakat, meskipun tak seorang pun tahu siapa sebenarnya aktor di balik layar. Mungkin pagar ini dibangun oleh tangan-tangan gaib, seperti legenda Ratu Pantai Utara yang jarang dibahas.

Keputusan untuk memasang pagar laut di Pantura untuk melindungi dari tsunami mengingatkan kita pada dongeng-dongeng yang diceritakan di tepi perapian. Ancaman tsunami sebenarnya datang dari pantai selatan, lokasi megathrust yang terkenal itu, tetapi siapa yang mau repot memikirkan detail seperti arah geografis? Lagipula, megathrust terlalu jauh untuk jadi masalah kita. Mungkin para nelayan Pantura ini punya akses ke data geologi paralel semesta lain yang belum kita pahami.

Pagar ini, tentu saja, bukan sekadar proyek biasa. Ia adalah manifestasi dari visi besar, meskipun visinya kabur seperti pemandangan pantai di tengah kabut pagi. Menghabiskan tenaga dan sumber daya untuk menangkis tsunami di wilayah yang salah adalah langkah berani, atau mungkin hanya langkah absurd. Jika niatnya untuk mencegah abrasi, kita bisa memberi tepuk tangan, tetapi mencampurnya dengan ancaman tsunami? Itu seperti menyiapkan payung untuk melindungi dari hujan meteor.

Tentu saja, proyek sebesar ini membutuhkan narasi pahlawan. Dan apa yang lebih heroik dari gambaran nelayan yang melawan gelombang demi melindungi desanya? Tapi ada yang mengganjal di sini. Jika nelayan adalah otaknya, mengapa wajahnya tidak pernah muncul di berita? Mungkin mereka terlalu sibuk, atau mungkin mereka adalah makhluk mitologis seperti naga laut yang menjaga harta karun.

Namun, mari beri kredit pada kreativitasnya. Membangun pagar laut 30 kilometer itu tidak mudah, apalagi jika motivasinya adalah misi melawan ancaman yang sebenarnya tidak ada. Ini seperti membangun kastil pasir di pantai dan menyebutnya benteng pertahanan dari bajak laut. Karya itu mungkin tidak efektif, tetapi penuh jiwa seni.

Seorang pengguna media sosial, @Merit0Crazy, dengan tajam menunjukkan bahwa proyek ini adalah contoh sempurna dari ketidaksesuaian antara masalah dan solusi. Dalam istilah sederhana, ini seperti mengoleskan balsem di helm untuk mencegah benturan. Megathrust yang mengancam pantai selatan tetap diam di tempatnya, mengamati pagar Pantura dengan heran.

Apa yang kita pelajari dari semua ini? Pertama, penting untuk memastikan bahwa langkah mitigasi bencana didasarkan pada data yang benar, bukan semata-mata pada intuisi kreatif. Kedua, bahwa proyek seperti ini sering kali lebih banyak menceritakan ambisi manusia daripada menghadirkan solusi nyata. Ketiga, dalam ketidakefektifan, setidaknya kita bisa menikmati hiburan yang disajikan.

Bayangkan, ketika tsunami dari pantai selatan benar-benar terjadi, pagar laut di Pantura akan berdiri tegak tanpa gangguan, sebuah monumen megah dari ketidakpedulian terhadap fakta. Dan masyarakat selatan Jawa? Mereka akan melihat ke utara dengan senyum getir, mungkin sambil berkata, "Terima kasih atas solidaritas yang indah itu."

Dalam akhir cerita ini, pagar laut Pantura bukan hanya struktur fisik, tetapi juga simbol. Simbol dari apa, Anda tanya? Mungkin simbol keberanian, mungkin juga simbol kebingungan kolektif. Tetapi satu hal yang pasti, pagar ini akan terus berdiri, menjadi pengingat bahwa manusia, meskipun sering keliru, tidak pernah ke

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun