Mohon tunggu...
Hilman I.N
Hilman I.N Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Negeri

Penyuka film, sains dan teknologi, sejarah, dan filsafat. Film memberi saya perspektif baru, sains teknologi menarik karena perkembangannya, sejarah membantu memahami perjalanan manusia, dan filsafat mengasah pemikiran mendalam.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Relokasi Gaza ke Indonesia: Ketika Solidaritas Diuji, Keadilan Dipertaruhkan

22 Januari 2025   10:33 Diperbarui: 22 Januari 2025   09:45 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: https://id.postermywall.com/index.php/art/template/89f365d494c049c49be52aeeb67ca3be/save-palestine-instagram-post-design-template

Wacana relokasi warga Gaza ke Indonesia, yang berangkat dari usulan salah satu utusan Donald Trump, telah memicu perdebatan serius. Dari sudut pandang hukum internasional dan hubungan internasional, gagasan ini memerlukan telaah mendalam tentang prinsip-prinsip kedaulatan, hak asasi manusia, dan kewajiban internasional. Lebih dari sekadar diskusi lokal, ini mencerminkan bagaimana dunia merespons krisis yang berlarut-larut.

Dalam hukum internasional, konsep kedaulatan negara dan hak untuk menentukan nasib sendiri (self-determination) menjadi dua pilar utama. Resolusi-resolusi PBB, termasuk Resolusi 194, menegaskan hak pengungsi Palestina untuk kembali ke tanah air mereka. Relokasi massal seperti yang diusulkan justru bertentangan dengan hak tersebut. Sebagai sebuah solusi, relokasi tidak hanya mengabaikan akar permasalahan, tetapi juga memperpanjang ketidakadilan struktural yang dialami rakyat Palestina sejak konflik dimulai. Relokasi seperti ini dapat dilihat sebagai bentuk pengakuan diam-diam terhadap tindakan ilegal Israel yang terus mempersempit wilayah Palestina melalui pemukiman ilegal.

Dalam hubungan internasional, Indonesia dikenal sebagai pendukung setia kemerdekaan Palestina. Prinsip ini bukan hanya bagian dari kebijakan luar negeri, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai dasar bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Keteguhan Indonesia dalam mendukung Palestina selama ini telah mendapatkan pengakuan internasional. Namun, menerima relokasi warga Gaza dapat menimbulkan persepsi bahwa Indonesia menyetujui penghapusan hak-hak mereka atas tanah air. Ini berpotensi merusak citra Indonesia di forum internasional sebagai pembela keadilan global.

Pertanyaan kritis yang harus diajukan adalah: apakah solusi yang ditawarkan benar-benar bertujuan untuk menyelesaikan konflik atau justru menciptakan preseden baru? Selain itu, perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya agenda tersembunyi dari pihak-pihak tertentu, seperti Israel dan Amerika Serikat. Dalam sejarah konflik ini, langkah-langkah yang tampak seperti solusi sering kali memiliki tujuan strategis tersembunyi, seperti memperkuat posisi geopolitik Israel di kawasan atau mengalihkan perhatian dunia dari pelanggaran hukum internasional yang terus berlangsung. Usulan relokasi warga Gaza ke Indonesia, misalnya, bisa saja digunakan untuk menciptakan narasi baru yang membenarkan pendudukan lebih lanjut atas wilayah Palestina. Dalam sejarah modern, perpindahan paksa sering kali meninggalkan luka mendalam yang sulit disembuhkan. Eropa pasca-Perang Dunia II, misalnya, memilih membangun kembali negaranya tanpa memindahkan rakyatnya ke tempat lain. Mengapa standar yang sama tidak diterapkan untuk Gaza?

Selain itu, penting untuk mengingat prinsip non-refoulement dalam hukum pengungsi internasional, yang merupakan inti dari Konvensi Pengungsi 1951. Prinsip ini melarang negara untuk mengusir atau memindahkan pengungsi ke wilayah di mana mereka dapat menghadapi ancaman serius terhadap kehidupan atau kebebasan mereka. Konvensi ini, yang menjadi dasar perlindungan pengungsi global, menetapkan kewajiban negara-negara untuk memberikan suaka dan melindungi pengungsi tanpa diskriminasi. Meski Indonesia belum meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951, komitmen moral terhadap prinsip ini tidak bisa diabaikan. Relokasi massal warga Gaza ke Indonesia bukan hanya menimbulkan tantangan logistik yang luar biasa, tetapi juga dapat melanggar semangat non-refoulement dan hak dasar pengungsi.

Dimensi lain yang tidak kalah penting adalah pandangan warga Gaza sendiri. Dalam diskusi, perwakilan warga Gaza menyatakan dengan jelas bahwa mereka lebih memilih bertahan di tanah air mereka. Ini menggarisbawahi bahwa tanah air bukan sekadar wilayah fisik, melainkan bagian dari identitas dan keberadaan mereka sebagai sebuah bangsa. Memaksa mereka untuk meninggalkan tanah air sama saja dengan merampas martabat dan hak mereka untuk menentukan masa depan sendiri.

Wacana ini juga harus dilihat sebagai ujian bagi komunitas internasional. Sebagai badan yang bertanggung jawab untuk menjaga perdamaian dan keamanan dunia, PBB memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa solusi yang diusulkan tidak melanggar hak asasi manusia. Sayangnya, hingga saat ini, respons internasional terhadap konflik Palestina-Israel cenderung setengah hati. Ketidakmampuan untuk menegakkan resolusi-resolusi PBB terkait Palestina hanya memperkuat ketidakadilan yang telah berlangsung selama beberapa dekade.

Bagi Indonesia, tantangan ini memerlukan pendekatan yang cerdas dan bijaksana. Menyatakan dukungan kepada Palestina tidak cukup hanya melalui retorika; diperlukan tindakan nyata yang sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional. Sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB pada periode tertentu, Indonesia memiliki tanggung jawab untuk mendorong solusi yang adil dan berkelanjutan bagi rakyat Palestina.

Pada akhirnya, isu relokasi ini mengingatkan kita bahwa solidaritas kepada Palestina bukan hanya soal memberikan bantuan, tetapi juga tentang memastikan keadilan bagi mereka. Ini berarti menolak setiap upaya yang mengalihkan perhatian dari tanggung jawab pihak-pihak yang bersalah dalam konflik ini. Dunia harus memahami bahwa solusi tidak terletak pada memindahkan rakyat Palestina dari tanah air mereka, tetapi pada memastikan bahwa mereka dapat hidup damai dan bermartabat di tanah mereka sendiri.

Dengan semua tantangan ini, Indonesia harus berdiri teguh pada prinsip keadilan global. Relokasi warga Gaza bukanlah jawaban. Sebaliknya, dunia harus memperkuat upaya diplomatik untuk memaksa Israel mematuhi hukum internasional dan mengakhiri pendudukannya di wilayah Palestina. Karena hanya dengan cara inilah keadilan sejati dapat terwujud, baik bagi Palestina maupun bagi dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun