Di tengah dinamika sosial politik Indonesia yang terus bergerak, keberadaan organisasi massa (ormas) seringkali menimbulkan tanda tanya besar di benak masyarakat. Mengapa organisasi yang mengaku mewakili kepentingan rakyat justru terkesan begitu jauh dari aspirasi masyarakat yang seharusnya mereka wakili? Pertanyaan ini menjadi semakin relevan ketika kita menyaksikan berbagai bentrokan antar ormas yang masih terus terjadi hingga saat ini.
Akar Sejarah: Dari Perjuangan Hingga Politik
Sejarah ormas di Indonesia sebenarnya berawal dari niat mulia. Dalam sistem demokrasi, ormas lahir sebagai jembatan penghubung antara rakyat dan pemerintah, sebuah konsep yang bahkan telah dikenal sejak zaman Romawi kuno. Di Indonesia, ormas memainkan peran vital dalam pergerakan kemerdekaan, dengan organisasi seperti Budi Utomo dan Sarekat Islam yang menjadi motor penggerak perjuangan bangsa.
Namun, perjalanan waktu telah mengubah wajah ormas di Indonesia secara dramatis. Dari wadah perjuangan rakyat, banyak ormas bertransformasi menjadi alat kekuasaan yang efektif bagi elite politik. Tiga contoh paling mencolok dari transformasi ini adalah Pemuda Pancasila, Front Pembela Islam (FPI), dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Pemuda Pancasila: Metamorfosis Preman Menjadi Kekuatan Politik
Pemuda Pancasila mungkin adalah contoh paling gamblang dari bagaimana sebuah ormas dapat menjadi instrumen kekuasaan yang efektif. Didirikan pada 1959 oleh elit militer seperti Abdul Haris Nasution dan Gatot Subroto, organisasi ini awalnya merekrut preman pasar, tukang begal, dan pelaku kriminal lainnya. Strategi ini terkesan kontroversial, namun sangat efektif: mengubah kekuatan jalanan menjadi pasukan terorganisir dengan misi "mulia" melawan komunisme.
Keterlibatan Pemuda Pancasila dalam peristiwa 1965-1966 menunjukkan betapa efektifnya transformasi ini. Bersama Banser, mereka menjadi ujung tombak dalam pembersihan terhadap orang-orang yang dituduh PKI. Bahkan ada laporan yang menyebutkan keterlibatan mereka dalam pembersihan hingga satu juta orang di Sumatera Utara saja, meski angka ini masih diperdebatkan.
Hingga kini, Pemuda Pancasila tetap menjadi kekuatan yang diperhitungkan. Pernyataan mereka yang siap "menjadi buas kembali" untuk membela rezim tertentu menunjukkan bagaimana ormas ini masih berfungsi sebagai alat kekuasaan yang efektif.
FPI: Ketika Agama Bertemu Politik
FPI merepresentasikan fenomena serupa namun dengan pendekatan berbeda. Didirikan oleh jenderal-jenderal Orde Baru, termasuk Wiranto, FPI awalnya dimaksudkan sebagai instrumen untuk mempertahankan rezim Soeharto. Menggunakan agama sebagai landasan, FPI melakukan berbagai aksi sweeping dan penertiban yang seringkali kontroversial.
Ironisnya, setelah Orde Baru tumbang, FPI justru menjadi bagian dari gerakan reformasi sebelum akhirnya dibubarkan. Perjalanan FPI menunjukkan bagaimana sebuah ormas dapat mengubah haluan politiknya sesuai dengan perubahan konstelasi kekuasaan.
MUI: Ormas dengan Kekuatan Hukum