Mohon tunggu...
Hilman I.N
Hilman I.N Mohon Tunggu... Administrasi - Saya bekerja di Instansi yang bertugas mengelola kekayaan negara, lelang, piutang, investasi, dan penilaian aset untuk mendukung transparansi serta optimalisasi keuangan negara.

Saya menyukai menonton film, teknologi, sejarah, dan filsafat. Film memberi saya perspektif baru, teknologi menarik karena perkembangannya, sejarah membantu memahami perjalanan manusia, dan filsafat mengasah pemikiran mendalam.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menggali Kebenaran: Perpektif Relativisme dan Skeptisme dalam Filsafat Protagoras

16 Januari 2025   10:36 Diperbarui: 16 Januari 2025   10:36 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Di tengah derasnya arus informasi dan cepatnya perubahan dunia modern, kita jarang berhenti sejenak untuk mempertanyakan: apakah yang kita yakini sebagai kebenaran benar-benar merupakan kebenaran sejati? Pertanyaan sederhana ini membawa kita pada penelusuran filosofis yang mendalam tentang hakikat realitas, nilai, dan pengetahuan manusia.

Dilema Kebenaran dalam Pandangan Filosofis

Manusia, sebagai makhluk yang unik dengan kesadaran dirinya, terus-menerus berusaha memahami dunia di sekitarnya. Ren Descartes, dengan pernyataan terkenalnya "Cogito, ergo sum" (Saya berpikir, maka saya ada), menegaskan bahwa satu-satunya kepastian yang kita miliki adalah eksistensi diri kita sebagai makhluk yang berpikir. Namun, apakah pemikiran ini cukup untuk memahami kebenaran yang lebih luas?

Immanuel Kant, dalam kritiknya yang revolusioner, mengajukan gagasan bahwa manusia hanya mampu menangkap fenomena---realitas sebagaimana tampak bagi kita---namun tidak pernah bisa mencapai noumena, atau realitas sejati di balik penampakan. Pemikiran ini membuka paradigma baru dalam memahami keterbatasan pengetahuan manusia.

Protagoras dan Relativisme: Sebuah Perspektif Kuno yang Tetap Relevan

Jauh sebelum pemikir modern mengungkapkan keterbatasan manusia dalam mencapai kebenaran absolut, Protagoras telah mengemukakan pandangan revolusionernya: "Manusia adalah ukuran dari segala sesuatu." Pernyataan ini mengandung makna mendalam bahwa kebenaran bersifat relatif dan subjektif, tergantung pada perspektif individual.

Pandangan Protagoras memiliki kesejarahan dengan doktrin Shadvada dari India kuno, yang menyatakan bahwa realitas tidak bisa dipahami dalam terma-terma absolut. Bahkan, penemuan fisika modern melalui eksperimen Thomas Young tentang dualitas gelombang-partikel seolah mengonfirmasi intuisi filosofis ini: realitas fundamental bergantung pada bagaimana kita mengamatinya.

Kebenaran di Era Post-Truth

Dalam konteks kontemporer, pemikiran Protagoras menjadi semakin relevan ketika kita menghadapi era "post-truth." Di era ini, kebenaran objektif seringkali kalah oleh narasi yang dikonstruksi untuk kepentingan tertentu. Politik dan media massa menjadi arena di mana kebenaran tidak lagi dipandang sebagai tujuan utama, melainkan sebagai alat untuk mencapai agenda tertentu.

Plato, melalui dialog Socrates dalam "The Republic," mempertanyakan apakah kebenaran dapat diajarkan atau hanya dapat dicapai melalui pencerahan pribadi. Sementara itu, Protagoras meyakini bahwa kebenaran seharusnya dapat diakses oleh semua orang, bukan monopoli kaum elit intelektual.

Relativisme dan Tantangan Modern

Ironi zaman modern adalah bahwa semakin kita melepaskan diri dari dogma kebenaran absolut, semakin kita terjebak dalam kebingungan epistemologis. Manipulasi kebenaran untuk kepentingan sosial-politik telah berkali-kali menimbulkan konflik dan kehancuran dalam sejarah manusia.

Di sinilah relevansi pemikiran Protagoras menjadi semakin krusial. Relativisme tidak seharusnya membawa kita pada nihilisme atau skeptisisme total, melainkan pada kesadaran akan pluralitas perspektif dan pentingnya dialog antarmanusia. Dalam dunia yang semakin terhubung namun terfragmentasi, kemampuan untuk mengakui dan menghormati perbedaan pandangan menjadi kunci kohesi sosial.

Penutup: Menuju Kebijaksanaan yang Lebih Dalam

Pencarian kebenaran sejati memang merupakan perjalanan tanpa akhir. Namun, justru dalam ketidakpastian inilah terletak kebijaksanaan terdalam: bahwa kebenaran yang kita pegang bukanlah kebenaran mutlak, melainkan konstruksi makna yang kita bangun berdasarkan pengalaman dan pemahaman kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun